FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Ahok Divonis Bersalah, Pasal Penodaan Agama Selalu Makan Korban Sejak 1968

Gubernur DKI itu segera ditahan di Lapas Cipinang setelah dihukum dua tahun penjara. Keputusan majelis hakim membelah opini publik.
Foto oleh Darren Whiteside/Reuters.

Gubernur Jakarta yang telah dinyatakan kalah hitung cepat pilkada DKI 2017, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), divonis bersalah dalam kasus penistaan agama dalam sidang 9 Mei. Majelis Hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara atas ucapan Ahok saat mengomentari Al Quran Surat Al Maidah Ayat 51 di Kepulauan Seribut tahun lalu. Putusan hakim membelah opini publik. Tim kuasa hukum Ahok segera mengajukan permohonan banding dalam tempo dua minggu. Putusan dewan hakim yang dianggap kontroversial ini berselang dua minggu setelah jaksa mendakwa Ahok bersalah "memprovokasi permusuhan". Kala itu Jaksa menuntut ahok dengan dakwaan yang lebih ringan: satu tahun penjara dengan dua tahun percobaan. Majelis Hakim memperberat vonis, dengan alasan Ahok telah melakukan penistaan ketika mengkritik lawan politik yang menggunakan surat Al Maidah ayat 51 yang menyatakan umat muslim dilarang memilih pemimpin nonmuslim dalam pilgub Jakarta 2017. Kelompok Islamis anti-Ahok bergerombol di luar ruang sidang, menunggu pembacaan putusan hakim, sambil meneriakkan kalimat takbir " Allahu Akbar" di hadapan kamera wartawan televisi. Vonis hakim yang keluar hari ini dianggap sebagai kemenangan oleh kelompok Islam garis keras yang makin subur di Indonesia. Kelompok ini terus mendesak Ahok agar di penjara lewat serangkaian unjuk rasa yang salah satunya berlangsung ricuh di depan Istana Merdeka.

Iklan

Front Pembela Islam, penggerak unjuk rasa paling awal yang mendesak peradilan terhadap Ahok, menyatakan bahwa vonis hakim masih terlalu enteng. Pernyataan itu disampaikan Novel Chaidir Bamukmin, salah satu petinggi FPI yang jadi saksi memberatkan Ahok, kepada suara.com. "Kami keberatan karena [vonis] masih jauh daripada harapan," kata pria akrab disapa Habib Novel itu. "Karena kasus ini telah menjadi kegaduhan nasional dan makan korban nyawa dan kriminalisasi dan makarisasi ulama." Para pendukung Ahok, yang datang dengan seragam khas kotak-kotak, terlihat berlinang air mata setelah mendengar keputusan hakim dibacakan. Sebagian massa hendak berjalan menuju Lapas Cipinang untuk memberi dukungan moral pada politikus asal Belitung Timur itu yang langsung ditahan selepas sidang.

Putusan peradilan Ahok adalah pukulan keras bagi pluralisme dan toleransi di Indonesia, negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Secara konstitusional, pemerintah Indonesia mengakui dan melindungi enam agama dan para pemluknya. Proses peradilan Ahok serta meningkatnya sentimen rasis dan sektarian selama masa kampanye pilgub Jakarta 2017 berpeluang melebarkan jurang perbedaan antar pemeluk agama di Tanah Air. Retorika yang marak muncul selama masa kampanye tersebut telah memecah Jakarta menjadi dua kelompok besar. Para pendukung Ahok menilai putusan hakim sebagai kemenang bagi kelompok Islam garis keras yang tengah subur tumbuh di Indonesia. Di sisi lain, para pengkritik Ahok memandang putusan ini sebagai vonis yang sesuai hukum, sembari menjelaskan bahwa Ahok jelas-jelas melanggar hukum dan karenanya pantas dibui.

Iklan

Pendukung Ahok berkumpul di luar Lapas Cipinang. Foto oleh Renaldo Gabriel.

Pasal 156a di KUHP sejak awal kemunculannya telah memicu kontroversi. Pasal penistaan agama di Indonesia sepanjang sering digunakan untuk kepentingan politik, kata peneliti Human Rights Watch Indonesia, Andreas Harsono.

Harsono yang sudah lama mengkritik hukum penistaan agama, sebelumnya pernah mengatakan ke VICE Indonesia bila Ahok kemungkinan besar akan dipenjara akibat tuduhan penistaan. "Belum pernah ada satu orangpun yang lolos dari tuduhan penistaan agama semenjak 1968."

Harsono menambahkan bahwa keputusan yang diambil oleh persidangan Ahok di hari Selasa ini merupakan lampu kuning untuk penyalahgunaan hukum penistaan agama di masa mendatang. "Secara politik, Ahok merupakan korban terbesar dari pasal penistaan agama semenjak hukum tersebut pertama kali disahkan di Januari 1965," kata Harsono pada VICE Indonesia. "Dia bukan hanya gubernur Jakarta, kota terbesar dan terumit di Indonesia, tapi juga sekutu Presiden Jokowi." Pasal penistaan agama adalah bentuk hukum yang buruk. Negara demokratis dalam pandangan HRW mestinya tidak mempunyai hukum penistaan agama. "[Dan] apabila figur besar dalam dunia politik seperti Ahok bisa terjerat pasal ini, bayangkan apa yang dapat menimpa rakyat jelata Indonesia. Pasal ini akan digunakan seenaknya [untuk memenjarakan orang lain]," kata Harsono.

Seperti disebut sebelumnya, banyak juga yang meyakini bahwa keputusan hakim sudah adil. Tagar #AhokHarusDipenjara sempat trending di dunia maya sesaat setelah hakim menjatuhkan palu. "Kami tidak membenci kafir atau etnis Cina, dll, tapi kami berusaha menegakkan keadilan #AhokHarusDipenjara," kicau salah seorang pengguna Twitter. Setelah keputusan dijatuhkan, Ahok dipindahkan ke penjara Cipinang, Jakarta Timur. Kasus ini akan dibawa naik ke Pengadilan Tinggi Jakarta sambil menunggu tim pengacara Ahok bersiap-siap untuk proses naik banding yang melelahkan.

Ahok kini telah diangkut ke Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, tak berapa lama setelah vonis dibacakan Majelis Hakim. Merujuk sikap penasehat hukum sang gubernur, akan ada banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dalam waktu dekat.

Bagaimana kasus penistaan agama ini terjadi dan akhirnya menjatuhkan Ahok? Simak dokumenter VICE Indonesia mengenai pilkada DKI yang turut membahas latar belakang kasus membelit sang gubernur Jakarta itu.