Lagu Sinetron Legendaris Indonesia Terbaik 2000-2020
Ilustrasi oleh Austin Jordan/VICE. Karya-karya Jordan bisa disimak di akun IG @imnotjordaddy

Budaya Pop

Turnamen Mencari Soundtrack Sinetron Legendaris Indonesia Terbaik

Saat ini kancah lagu tema sinetron didominasi "Ku Menangis". VICE menyeleksi lagu-lagu pembuka sinetron Indonesia ternama yang bisa menandingi hit dari Rossa tersebut.

Diciptakan lebih dari satu dekade lalu, “Hati yang Kau Sakiti” ciptaan Enda Ungu mendadak kembali memuncaki tangga lagu sinetron Indonesia selama pandemi. Semua ini gara-gara kombinasi segitiga buzzer ampuh budaya pop pendulang perhatian masyarakat Indonesia: pengguna TikTok, pembuat meme, dan eksposur dari sinetron Indosiar Suara Hati Istri (benar yang itu, yang salah satu episodenya berjudul “Game Online Adalah Istri Kedua Suamiku”).

Iklan

Kini lebih dikenal dengan judul “Kumenangis”, hit solois Rossa tersebut menjelma jadi musik latar langganan untuk kategori drama, sub-kategori patah hati, sub-sub kategori perselingkuhan dalam sinetron berjudul absurd. Kalau boleh dikira-kira perbandingannya, dari sepuluh adegan perselingkuhan sinetron, delapan di antaranya pasti diiringi lagu sedih ini.

Dominasi ini enggak bisa disalahin juga, “Hati yang Kau Sakiti” punya semua komponen buat jadi lagu sinetron terbaik berbau perselingkuhan: aksen “jeng jet” distorsi gitar sebelum refrain yang menggugah hasrat kawula ‘tuk menangis, suara merdu Rossa yang bikin pendengarnya memikirkan ulang kepantasan diri untuk dicintai, dan kesederhanaan lirik yang bahkan bisa dipahami anak SD ketika mengalami penolakan cinta pertama.

Sangking populernya (sehingga kita bisa kepeleset mengira lagu ini enggak punya lawan pilih tanding), Rossa kemudian juga bikin “Kumenangis” versi Korea dengan judul terjemahan “Sangcheo Badeun Maeum”. Aransemen versi ini lebih sendu sebab tanpa “jeng jet”, digantikan iringan piano dan string section. Mungkin ini adalah cara Rossa mengetuk pintu hati orang-orang tersakiti di Korea sana.

Berpijak pada ucapan pemikir Noam Chomsky bahwa “power is always illegitimate, unless it proves itself to be legitimate”, VICE tidak bisa membiarkan “Kumenangis” terlalu lama mendominasi tangga lagu sinetron. Ia harus segera ditantang dan dikalahkan sebab dominasi kerap berujung penindasan. Berangkat dari situ, kami memutuskan bikin turnamen mencari lagu sinetron terbaik demi menantang dan meruntuhkan Rossa dari singgasana.

Iklan

Sebelum memulai turnamen, panitia lomba merangkum beberapa parameter, semata-mata demi memaksimalkan peluang kemenangan melawan “Kumenangis” nantinya.

Pertama, lagu penantang tidak boleh soal patah hati cinta-cintaan ataupun perasaan-perasaan sendu lainnya. Melihat kekuatan “Hati yang Kau Sakiti” terlampau besar sebagai lagu perselingkuhan, lebih bijaksana kalau kita enggak ngambil jalur serupa. Jangan tergoda untuk bermain di zona nyaman lawan, kita harus datang melawan dengan membawa perspektif tandingan. Makanya, kami harus mencoret lagu-lagu macam Noktah Merah Perkawinan (1996) atau Tersanjung (1998) dari turnamen ini.

Kedua, harus lagu tentang manusia. Bukan maksud kami melakukan diskriminasi terhadap yang mistis-mistis, hanya saja lawan kita adalah tembang jeritan manusia patah hati terkuat saat ini. Ini urusan manusia dan harus diselesaikan secara kemanusiaan. Makanya, soundtrack legendaris milik Tuyul dan Mbak Yul (1997, mau versi asli maupun gubahan ala Tame Impala), Jin dan Jun (1996), atau Jinny oh Jinny (1997) kayaknya harus minggir dulu. Keputusan yang berat, namun kami rasa perlu diambil.

Ketiga, dan ini yang terpenting, lagu tersebut harus dibuat khusus untuk sang sinetron. Menurut hemat kami, satu hal yang bisa mengalahkan lagu Rossa adalah lagu yang memang dibuat khusus untuk sinetron spesifik. Spesialisasi ini jelas enggak dimiliki Rossa sebab lagunya kelewat universal dan kerap dipakai bergonta-ganti sinetron. Jadi, lupakan lagu tempelan kayak “Sebelum Cahaya” milik Letto untuk sinetron Cahaya (2007), “Bersamamu” dari Drive untuk sinetron Candy (2007), atau “Lagu Galau” milik Al Ghazali untuk sinetron Anak Jalanan (2015).

Iklan

Mari kita mulai turnamennya.

Add a subheading (1).png

Si Kembar (2004) VS Si Yoyo (2003)

Kedua soundtrack ini bernuansa ceria, modal penting untuk melawan “Kumenangis” yang sendu. Keduanya kami pertandingkan sebab kedua sinetron sama-sama diperankan oleh aktor ganteng yang dipaksa culun.

Lagu Si Yoyo punya beberapa kekuatan. Pertama, permainan piano dominan di lagu ini mencuri perhatian dan bisa bikin para orang tua memaksa anaknya les musik. Kedua, meski bernuansa ceria, lagu ini punya kekuatan bikin pendengarnya sedih karena terbayang betapa tersiksanya Yoyo dibentak-bentak Bang Baron. Mungkin ini satu-satunya lagu ceria yang akan bikin kita nangis.

Sayang, kelemahan lagu ini hadir di bagian setelah refrain. Soalnya, enggak dikasih konteks apa-apa, liriknya mendadak absurd banget: “Yoyo, waw-waw, Yoyo.”

Soundtrack Si Kembar kami anggap lebih tergarap dengan baik. Liriknya keren, sukses menjelaskan sinopsis sinetron tanpa terdengar menggelikan. Musiknya funky dan modern, bikin kita enggak kuasa ngangguk-nganggukin kepala tiap mendengar. Ornamen paduan suara tipis di belakang kerasa mentah, tapi tetap seru-seru aja.

Pertarungan ini kami anggap dimenangkan oleh Si Kembar berkat satu penggalan lirik jenius yang mendobrak status quo: “Orang kembar memang tak harus sama.”

Pemenang: Si Kembar


Anak Ajaib (1999) VS Indera Keenam (2001)

Menghormati kedigdayaan Joshua Suherman sebagai anak kecil paling populer di kompleks perumahan saya pada masanya, enggak sahih kalau enggak mencantumkan namanya di sini. Joshua datang ke turnamen ini dengan status favorit, sebab dua lagu sinetronnya, Anak Ajaib dan Indera Keenam, sama-sama bagus. Sayang, panitia memutuskan harus langsung mempertandingkan keduanya sebab kita hanya butuh satu Joshua di babak selanjutnya.

Iklan

Anak Ajaib punya intro superunik. Suara “bwe-bwe-bwe” khas tingkah anak-anak yang mainin bibir dikasih melodi cantik sukses bikin gemes. Refrainnya juga enak banget kalau dinyanyiin bareng ratusan ribu penonton dalam konser di GBK. Lirik “Oi! Anak ajaib!” bahkan sempat menginspirasi anak-anak kecil atas ide prank terlaris saat itu: manggil teman “Oi!” lalu saat ia menoleh, kita langsung melanjutkan nyanyi “anak ajaib” cuma buat bikin dia kesel. Klasik. Tren ini sempat diulang via soundtrack “Hei Tayo” dua tahun lalu.

Indera Keenam lebih chill dengan lirik lebih masuk akal dibanding Anak Ajaib. Diawali oleh monolog Dek Jojo tentang latar belakang sinetron, bait selanjutnya juga kurang lebih ngasih teaser tentang apa yang akan penonton dapat dari sinetronnya. Yah, isinya kurang lebih memuja-muja si aktor utama. Sudah kuat dan gagah, cerdik dan santun pula.

Namun, satu hal saya anggap bermasalah dan itu ada di lirik refrain yang aneh banget. Coba baca deh:

Indera keenam, itu julukanku
Indera keenam, semua memanggilku
Indera keenam, itulah diriku
Semua tahu, akulah indera keenam

Apa, semua tahu kamulah Indera Keenam? Jelas-jelas di sinetron itu si Joshua ini merahasiakan kemampuannya dari orang-orang, kenapa liriknya malah bilang semua orang tahu?

Oleh sebab itulah, dengan berat hati Anak Ajaib melenggang ke putaran selanjutnya. Meski absurd, setidaknya lirik Anak Ajaib enggak mengandung informasi menyesatkan. #TURNBACKHOAX

Iklan

Pemenang: Anak Ajaib


Bidadari (2000) VS Pernikahan Dini (2001)

Kalau ini sih bukan sekadar perang kualitas lagu, tapi juga perang tokoh. Marshanda dan Agnes Monica, penyanyi kedua lagu ini, adalah cinta pertama banyak anak-anak Indonesia. Keduanya juga ngasih kita karya yang beda banget. Lagu Bidadari milik Marshanda mendayu-dayu dan melankolis, sementara Pernikahan Dini dihajar Agnes Monica dengan tempo tinggi genre disko.

Bisa dibilang, Bidadari hadir dengan nuansa anak-anak berkat penggalan lirik “bintang berkelip” dan “bermain berlari bersama aku”. Tapi, muncul persoalan. Mengapa lagu anak-anak malah mengandung pesan untuk menggantungkan kebahagiaan kepada sesosok bidadari, yang dalam sinetron tersebut adalah makhluk tak kasat mata?

Minta ditemani selalu, dibawa terbang ke awan, sampai menari bernyanyi bersama-sama. Ini di mana teman-temannya? Di mana orang tuanya? Mengapa sang bapak terlampau sibuk sama kerjaannya sampai-sampai sang ibu dan kakak tiri bebas menyakiti perasaan Marshanda cilik?

Sementara itu, Pernikahan Dini dan Agnes Monica lebih progresif. Mereka datang dengan menyuarakan urgensi bahwa pernikahan di bawah umur menyimpan banyak masalah. Utamanya, waktu yang belum tepat. Lagu ini semakin relevan sebab lonjakan pernikahan di bawah umur terus melonjak sampai sekarang. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melaporkan, satu dari sembilan anak Indonesia menikah di bawah umur.

Iklan

Atas dasar kepentingan bangsa Indonesia, Pernikahan Dini menang.

Pemenang: Pernikahan Dini


Si Doel Anak Sekolahan (1994) VS Keluarga Cemara (1996)

Dua soundtrack legendaris ini harus dipertandingkan sedari awal sebagai perwakilan kluster keluarga. Kedua sinetron mengajarkan arti penting klan sedarah dalam hidup kita: mulai dari berjualan opak Emak sampai bahu-membahu mengeluarkan Atun dari kungkungan tanjidor.

Lagu Si Doel bisa dibilang paket lengkap. Diawali dengan nyanyian lantang “Anak Betawiiiiii…” yang sangat membekas bagi generasi ‘90-an, semi-rap berbahasa Betawi, dilanjut umpatan “Aduh, sialan” paling ramah keluarga yang pernah kita dengar.

Sementara lagu Keluarga Cemara konsisten mendakwahkan kemuliaan keluarga bahwa keluarga adalah harta paling berharga, istana paling indah, puisi paling bermakna, dan mutiara tiada tara. Refrain lagu ini menanamkan kepada kita untuk bisa mengucap kata terima kasih dengan tulus. Konon, frasa “terima kasih”, “maaf”, dan “tolong” adalah tiga hal yang paling sulit diucapkan manusia Indonesia. Lagu Keluarga Cemara berjasa memberikan solusi penyelesaian satu dari tiga masalah tersebut. Terima kasih.

Karena ini adalah kluster keluarga, Keluarga Cemara diputuskan memenangkan pertandingan. Lirik Si Doel kami nilai terlalu individualistis karena liriknya narsistik, mengagung-agungkan satu orang seolah-olah dia sempurna. Bagi kami, kepentingan keluarga harus ditaruh di atas kepentingan pribadi.

Iklan

Pemenang: Keluarga Cemara


SEMIFINAL

Lanjut babak semifinal, kita akan lebih ngomongin soal rasa sebagai penentu kemenangan. Pertanyaan kuncinya: Apa yang Anda rasakan, secara emosional, ketika mendengar kedua lagu yang ditandingkan ini?

Pernikahan Dini VS Anak Ajaib

Buat kami, Anak Ajaib kurang menyentuh. Mungkin karena intensitasnya datar, miskin dinamika sehingga tidak mengaduk-aduk emosi. Satu-satunya variasi lagu hanya hadir di interlude, itu pun hanya pengurangan suara alat musik dengan vokal latar ngasih aksen “huh-hah”. Ini pada ngapain, kepedesan?

Di sisi lain, Agnes Monica datang ke pertandingan dengan amunisi musikalitas matang. Melly Goeslaw, pencipta lagu Pernikahan Dini sekaligus musikus paling santai (karena slaw), enggak main-main menggarap lagu. Permainan arpeggiator di berbagai bagian lagu serta balutan synthesizer mantap benar-benar bikin kita ngawang-ngawang di atas ritmis disko yang ciamik. Ingin hati ini berangkat ajojing.

Pernikahan Dini melaju ke final dengan kemenangan telak. Joshua tenggelam diobok-obok FreshCare Agnez Mo.

Pemenang: Pernikahan Dini


Si Kembar VS Keluarga Cemara

Mendengar lagu Keluarga Cemara sama dengan ibadah. Coba deh jadi anak rantau yang terpisah dari ayah-ibu lalu setel lagu ini keras-keras di earphone. Kemungkinannya cuma dua: menangis, atau menangis sesenggukan sambil menggoreng opak. Anak durhaka jenis apa pun akan tobat dan mencium kaki ibunya. Kami pikir, Malin Kundang pun enggak perlu jadi batu apabila di masa itu sudah ada suara Ceria Hade mengumandangkan lagu ini.

Iklan

Kami rasa, agak lancang membandingkan lebih jauh Keluarga Cemara dengan Si Kembar, lagu soal dua kakak beradik yang sibuk memperebutkan Sophia Latjuba.

Keluarga Cemara melenggang ke final atas restu Emak.

Pemenang: Keluarga Cemara


FINAL

Add a subheading (2).png

Pernikahan Dini VS Keluarga Cemara

Ini final paling sengit dalam sejarah turnamen lagu-lagu sinetron. Meski sama-sama memberi jejak emosional, lagu Keluarga Cemara unggul tipis sebab menggelitik perasaan sentimental manusia atas keluarga. Musikalitas? Kami rasa Pernikahan Dini unggul sedikit berkat aransemen dan permainan efek suara berbelit, tapi tetap ramah di telinga.

Dituntut harus mencari yang terbaik, kami bekerja keras melihat hal-hal di luar musik yang tidak kalah penting. Setelah melakukan riset mendalam selama lima menit, panitia mendapatkan faktor X. Di tengah tuntutan kebaktian kita atas ayah dan ibu, keluarga terbukti menjadi faktor terbesar lahirnya pernikahan dini alias di bawah umur. Orang tua kerap mengorbankan sang anak untuk dikawinkan demi alasan balas budipembayaran utang, sampai meringankan beban ekonomi keluarga.

Secara resmi, turnamen sengit dan penuh intrik ini dimenangkan oleh Pernikahan Dini. Dengan penuh rasa hormat, kami meminta Rossa untuk mempersiapkan diri turun kasta sebagai ratu soundtrack sinetron karena lawan kuat tengah menantinya.