FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Bukan Cuma Alexis, Pergub Anyar DKI Bikin Tempat Dugem Lain Ketar-Ketir

Pergub Nomor 18/2018 memakai dalil agresif, memberi kekuatan pemprov mencabut izin tempat hiburan malam hanya berdasar laporan masyarakat. Pengusaha resah melihat manuver kebijakan pemerintah. Tapi akankah beleid ini berdampak positif?
Sumber kolase foto: Anies Baswedan saat dilantik (Beawiharta/Reuters) dan Hotel Alexis tampak dari depan (Beawiharta/Reuters).

Satu hari setelah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 18 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata disahkan, pemerintah provinsi Jakarta langsung mengambil ancang-ancang menutup selama-lamanya izin operasi hotel Alexis, yang sejak lama ditengarai memfasilitasi praktik prostitusi. Penutupan Alexis sedianya dilakukan menjelang akhir pekan lalu, namun karena belum ada koordinasi antara pemprov dan kepolisian, penutupan tersebut batal dilakukan.

Iklan

Alexis bagaikan musuh bebuyutan bagi duet pemimpin DKI Jakarta Anies Baswedan - Sandiaga Uno. Sejak masa kampanye pemilihan gubernur, penutupan Alexis menjadi prioritas program pasangan tersebut. Sebagai pemenuhan janji kampanye, Oktober tahun lalu pemprov Jakarta menolak perpanjangan izin operasi Alexis. Namun, beberapa bulan kemudian penolakan perpanjangan izin Alexis seperti tak mempan. Hotel yang menyediakan layanan pijat, terapi spa dan menyediakan bar itu beroperasi seperti biasa.

Kini situasi berbeda. Berbekal peraturan gubernur yang baru disahkan, pemprov DKI punya senjata ampuh menutup lokasi hiburan malam yang dinilai melanggar. Masalahnya, tak hanya Alexis yang terancam, ratusan tempat hiburan malam lainnya bisa dicabut sewaktu-waktu.

Total ada lima aturan baru dalam pergub tersebut yang paling penting disorot karena mengatur bisnis hiburan malam, mulai dari menjamin tak ada penjualan narkoba hingga kewajiban memasang x-ray dan pemeriksaan tubuh bagi setiap pengunjung. Tapi aturan yang paling memicu kontroversi adalah

pasal 54 beleid tersebut. Pemprov sekarang bisa langsung mencabut izin usaha (tanda daftar usaha pariwisata) tempat hiburan malam hanya berdasarkan pengamatan pemerintah, laporan media massa dan masyarakat, “secara langsung tanpa melalui tahapan sanksi teguran tertulis pertama, teguran tertulis kedua, teguran tertulis ketiga.”

"Laporan warga diperhitungkan, laporan media massa diperhitungkan. Tapi tentu ada proses pemeriksaan atas laporan itu. Begitu laporan itu sah, kita akan bertindak," kata Anies saat dikonfirmasi ulang, seperti dikutip Kompas.com.

Iklan

Selain penutupan Alexis, Sandiaga Uno juga pernah melempar wacana memperbanyak wisata syariah di Jakarta untuk meredam maraknya tempat hiburan malam yang serupa Alexis. Sebagai langkah awal, Sandiaga bakal mendorong peningkatan jumlah hotel berkonsep halal. Kalau disederhanakan itu berarti pasangan yang belum menikah secara sah, tidak bakal bisa menginap di hotel syariah.

Mengapa pemprov begitu ngotot ingin menutup Alexis, sementara masih banyak hotel dengan pelayanan serupa masih menjamur di seantero Jakarta? Lantas bagaimana dengan nasib hotel dan klub malam lain ke depannya setelah ada beleid agresif dari pemprov tersebut? Patut diingat, sekali dicabut izin usahanya, bakal sulit bagi pengusaha hiburan malam membuka usahanya kembali.

Pemprov DKI Jakarta belum memberikan pernyataan soal nasib pengusaha hiburan malam lainnya. Namun Dinas Pariwisata dan Budaya Jakarta telah memberikan sinyalemen kuat bahwa generasi muda tidak boleh dirusak oleh kegiatan maksiat. Simbolisasi dari kebijakan tersebut adalah menutup Alexis, dan sangat mungkin tempat dugem lainnya.

“[Alexis] tutup dong. Habis… Kita kan enggak mau generasi muda kita dirusak," ujar Toni Bako, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jakarta saat dihubungi awak media.

Masalahnya cara kerja Pergub DKI Nomor 18 tahun 2018 soal penutupan berdasar laporan pihak ketiga, berpotensi digugat balik pengusaha hiburan malam. Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan pemprov DKI Jakarta wajib menunjukkan bukti-bukti pelanggaran kepada masyarakat secara transparan dan akuntabel. Dengan demikina, pengusaha hiburan dan pariwisata dapat memperoleh kepastian hukum.

Iklan

"Harusnya ditegur terlebih dahulu, dan teguran itu harus diawali dari aduan dari masyarakat yang sudah diverifikasi lewat bukti-bukti,” kata Chudry. “Hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan adanya pelanggaran atau operasi tangkap tangan di lokasi tersebut. Tindakan tanpa disertai bukti seperti ini menimbulkan pandangan negatif terhadap pemerintah dalam mengelola pariwisata di Jakarta.”

Pengamat ekonomi dan ketua umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan dengan adanya peraturan gubernur tersebut akan berimbas kepada pendapatan daerah yang cukup besar. Namun ia menambahkan bahwa imbas tersebut hanya bersifat jangka pendek.

“Kita harus melihat visi dari pergub ini ke mana,” kata Suroto. “Selama ini industri dunia malam menyumbang omzet yang sangat besar. Namun tidak bisa dipungkiri banyak persoalan di balik itu seperti human trafficking, narkoba, dan prostitusi. Tentu ada imbas secara ekonomi.”

Suroto menjelaskan bahwa ada multiplier effect dalam industri hiburan malam, karena banyak perekonomian skala kecil yang mengandalkan keberadaan tempat hiburan malam. Ia mencontohkan, banyak pedagang kaki lima yang bertebaran di sekitar lokasi hiburan malam.

“Imbas itu sifatnya hanya jangka pendek, jadi jangan dilihat dari segi pendapatan yang akan hilang saja,” ujar Suroto. “Di sisi lain akan terjadi deformasi di sektor pariwisata. Dalam jangka panjang tentu diharapkan lingkungan pariwisata kita berubah menjadi industri yang lebih kreatif, dibandingkan hanya menjual wisata malam yang hanya mengutamakan prostitusi.”

Iklan

Pengelola klub malam Jenja Jakarta, yang hip di kalangan anak muda Jakarta, mengaku mendukung peraturan gubernur yang ditetapkan Anies Baswedan. Juru bicara Jenja Lulu Waluya Hadiman mengatakan hiburan malam tidak melulu berarti prostitusi dan narkoba, dan selama ini masih banyak klub malam yang mematuhi hukum. Selama tempat hiburan malam tidak menyajikan atraksi yang melanggar peraturan, maka tidak ada yang perlu ditakutkan, kata Lulu.

“Hiburan malam juga menjadi bagian dari pariwisata,” kata Lulu. “Yang pasti kami mendukung peraturan tersebut dan siap bekerja sama dengan pemerintah. Kami memastikan bahwa kami hanya murni memberikan hiburan sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.”

Adapun Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Aspija) mengaku resah melihat manuver kebijakan pemprov DKI Jakarta. Ketua Aspija Erick Halauwet mengatakan dampak dari pergub dan penutupan Alexis akan merembet ke tempat-tempat hiburan lainnya. Erick juga mengkhawatirkan bakal meningkatnya pengangguran ketika penutupan industri hiburan malam menjadi masif. Erick mengatakan banyak tenaga kerja dengan modal ijazah SMA yang diserap di pariwisata.

“Seharusnya ada diskusi dulu. Ini kan fasilitas hiburan, saya sesalkan saja tidak ada penyelidikan dulu,” kata Erick.