FYI.

This story is over 5 years old.

Kesehatan Mental

Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Kerabat Kita Gagal Bunuh Diri?

Mendengar kabar kalau kerabat saya selamat dari percobaan bunuh diri terasa seperti keajaiban kecil. Tentu saja, hal ini tak bisa dirayakan. Karena bersama datangnya harapan, datang pula rasa cemas kalau-kalau dia akan mencoba bunuh diri lagi
Apisit Soren / Getty

Sudah tiga kali saya menerima telepon yang mengabarkan kalau kerabat saya selamat dari percobaan bunuh diri. Tiga kali pula, saya merasakan kepedihan yang begitu menohok serta kebingungan yang bercampur amarah. Namun, saban kali saya menerima panggilan telepon itu, saya tahu setidaknya ada harapan. Setidaknya kerabat saya itu sudah selamat tiga kali berturut-turut.

Mendengar kabar kalau kerabat saya selamat lagi dari percobaan bunuh diri terasa seperti keajaiban kecil. Tentu saja, hal ini tak bisa dirayakan. Karena bersama datangnya harapan, datang pula rasa cemas kalau-kalau dia akan mencoba bunuh diri lagi. Ada semacam rasa tak berdaya saat mendapati orang yang kita sayangi berniat mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, seiring waktu, saya akhirnya menemukan cara yang tepat untuk menunjukkan dukungan kita dan menemukan harapan saat kondisinya justu bikin kita kehabisan harapan.

Iklan

Selang waktu usaha seorang penyintas untuk bunuh diri dan kembali mencoba mengakhiri hidup biasanya antara tiga bulan sampai satu tahun. “Bisa dibilang sekali seorang mencoba bunuh diri, kemungkinan dia mengulangi percobaan bunuh diri akan makin tinggi,” terang Edward M. Hallowell, psikiater asal Massachusetts dan penulis memoir Because I Come From a Crazy Family: The Making of a Psychiatrist. “Semua usaha harus dikerahkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi penyintas dan menawarkan solusi—seperti perlindungan terhadap percobaan selanjutnya—sesegera mungkin. Inilah waktunya semua anggota keluarga turut serta mengerahkan segala kemampuannya untuk memberikan pertolongan.”

Masalahnya, kebanyakan keluarga tak tahu cara memobilisasi sumber daya mereka setelah seorang penyintas kembali dari perawatan. Setelah mendapatkan diagnosis “yang stabil”, satu atau dua obat yang diresepkan dokter dan anjuran untuk ikut terapi, para penyintas umumnya kembali ke rumah dengan kondisi mental yang ringkih. Dan untuk beberapa orang, masalah yang mendorong mereka melakukan percobaan bunuh diri belum sepenuhnya sirna, kalau tidak bisa dibilang makin parah.

Pada akhirnya, apa yang terjadi setelah percobaan pembunuhan yang gagal bergantung pada sistem pendukung yang ada di sekitar penyintas, kata Prakash Masand, psikiater dan pendiri Centers of Psychiatric Excellence, New York City. “Jika orang-orang di sekitar penyintas segera memberikan bantuan, mencarikan mereka pertolongan, terapi dan diagnosis yang tepat, efeknya akan luar biasa.” Namun, kadang teman dan kerabat penyintas diam-diam menyalahkan mereka lewat cara-cara sepele, seperti bilang bahwa mereka kecewa sang penyintas mencoba bunuh diri. Ini akan berujung pada munculnya rasa tak berdaya dalam diri penyintas yang akan memicu percobaan bunuh diri selanjutnya.

Iklan

Sebagian orang, lantaran baru saja mengalami trauma nyaris kehilangan orang yang mereka sayangi, bisa saja menyalahkan seorang penyintas gara-gara sudah bertindak semaunya atau tak memikirkan imbas perbuatannya pada orang di sekitar mereka. Daniel Reidenberg, direktur eksekutif Suicide Awareness Voices of Education, mengatakan bahwa dari pengalaman yang dia miliki, anggota keluarga penyintas umumnya menggempur mereka dengan pertanyaan macam: “Memangnya kamu hal ini terjadi ke anak kamu? Kamu mau hal ini terjadi pada aku?”

“Pertanyaan-pertanyaan macam ini sebenarnya melenceng dari apa yang dimaksud dengan bunuh diri,” kata Reidenberg. “Pahami dulu apa itu bunuh diri dan ganggan mental di baliknya. Pahami pula bahwa orang yang kita sayangi tak mencoba membunuh diri untuk menyakiti apalagi membalas dendam pada kita. Mereka tak punya kendali macam itu.”

Inilah alasan kenapa beberapa kerabat penyintas susah menerima bahwa orang yang mereka sayangi tak akan pulih dengan cepat. “Kamu kan tak bisa ngomong seperti ini ke penderita kanker atau diabetes, ‘Yang udah ya udah. Jangan diulangi lagi,’” terang Reidenberg. “Butuh waktu lama untuk memulihkan kondisi mental seorang penyintas usaha bunuh diri. Butuh usaha yang banyak. Kita kadang tak bisa menjalankan metode yang ampuh bagi mereka atau memaksa mereka menjalani cara tertentu. Kalaupun kita frustasi dengan kemajuan lamban kerabat kita.. hal itu tak membantu sama sekali.”

Iklan

Untuk mencegah percobaan bunuh diri selanjutnya, Masand merekomendasikan kerabat dan teman para penyintas waspada akan muncul gejala depresi, mengatasi sejumlah faktor-faktor yang beresiko dan memastikan pasien menerima dignosa yang tepat. “Dalam kasus depresi klinis dan gangguan bipolar, sayangnya butuh waktus sampai sepuluh tahun untuk memperoleh dignosa yang tepat,” jelas Masand. “Pastikan terapismu memeriksa segala kemungkinan kondisi gangguan mental.”

Kerabat penyintas bunuh diri juga tak boleh alfa menjaga kondisi diri mereka sendiri. Masand menegaskan bahwa orang-orang yang paling dekat dengan penyintas bisa saja mengalami rasa tak percaya, depresi, kesulitan tidur, amarah, rasa takut, rasa sedih, berkurangnya selera makan dan segala jenis stress lainnya. “Bila kamu kebetulan sangat dekat dengan seorang yang mencoba bunuh diri, kamu harus pandai menjaga kesehatan mentalmu karena biasanya percobaan bunuh diri seseroang bisa memiliki efek jangka panjang pada diri kita,” ujar Masand. “Yang paling penting adalah para kerabat penyintas bunuh diri tak perlu menyalahkan diri dan tak ragu mencari pertolongan jika diperlukan.”

“Sebenarnya, percobaan bunuh diri adalah kesempatan bagus untuk mempererat sebuah keluarga,” terang Hallowell says. “Cara mempererat keluarga yang bikin merinding sih. Tapi, kalau kita bisa menghadapi rasa takit—bukan sendiri tapi bersama orang-orang yang siap memberikan bantuan, kita bisa mengubah rasa sakit ini sebagai kesempatan memperkokoh keluarga kita.”

Saban hari, saya masih mengkhawatirkan kerabat saya itu. Saya takut dia akan mencoba mengakhiri hidupnya lagi. Perasaan ini tak akan hilang sepenuhnya. Terlebih lagi, saya tahu tak banyak cara yang bisa kamu tempuh untuk memastikan dia tetap hidup. Namun, meski nasib kerabat saya itu benar-benar ada di tangannya, itu tak berarti kami cuma ongkang-ongkang kaki sementara kondisi kerabat kita makin mengkhawatirkan. Kami terus membantunya dengan penuh kasih, sambil mendekap erat harapan bahwa kami bisa mencegah percobaan bunuh diri berikutnya.