Terorisme

Korban Terorisme di Indonesia Kini Bisa Dapat Kompensasi Lewat LPSK

Sebelumnya kompensasi korban lewat putusan pengadilan. Pengamat mengapresiasi kebijakan ini karena sebelumnya anak pelaku terorisme terkesan lebih diperhatikan negara.
Kompensasi Korban terorisme di indonesia bisa diurus di LPSK
Keluarga korban bom Bali 2002 menggelar upacara mengenang famili yang tewas. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan PP 35/2020 yang mengatur hak kompensasi untuk korban terorisme di masa lalu. PP ini akan melengkapi aturan kompensasi korban di UU 5/2018 yang dianggap banyak pihak lambat pengerjaannya. Presiden Jokowi meneken PP tersebut pada 7 Juli silam, yang bakal memberi kuasa kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengurus proses administrasinya.

Iklan

PP tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban tersebut mengatur dua teknis penting. Pertama, para korban terorisme masa kini (ditandai dengan aksi terorisme sesudah keluarnya UU 5/2018) bisa mendaftarkan diri di LPSK dengan membawa identitas, uraian peristiwa, dan uraian kerugian yang diderita. Permohonan bisa diurus sejak dimulai penyidikan sampai paling lambat sebelum pemeriksaan terdakwa.

Kedua, dan enggak kalah penting, penggantian kompensasi para korban terorisme masa lalu (terjadi sebelum UU 5/2018 disahkan) kini enggak perlu lewat pengadilan. Korban, keluarga korban, dan ahli waris korban bisa mengajukan permohonan kompensasi langsung kepada LPSK paling lambat 22 Juni 2021. Tim percepatan LPSK juga akan dimintai inisiatifnya untuk jemput bola, mendata para korban terorisme masa lalu yang kemungkinan besar udah terpencar-pencar keberadaannya.

“Patut diakui ini merupakan terobosan besar dalam sistem hukum Indonesia karena biasanya kompensasi baru didapatkan melalui putusan pengadilan. PP yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020 ini menunjukkan bukti kuatnya komitmen pemerintah untuk hadir bagi para korban tindak pidana,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangan tertulisnya pada 22 Juli, dikutip CNN Indonesia.

Kerugian yang bisa diklaim merentang dari luka, keluarga meninggal dunia, hilang pendapatan, sampai hilang harta benda. Setelah korban mendaftar di LPSK dan lolos verifikasi, LPSK akan meminta Kementerian Keuangan sebagai pemegang dana untuk menyetujui besaran kompensasi yang sudah dihitung sambil melihat ketersediaan anggaran. 

Iklan

Per Agustus 2020 atau sebulan setelah PP keluar, LPSK sudah menerima permohonan 564 korban terorisme dari 65 peristiwa berbeda. Mereka adalah: 407 korban langsung, 140 korban tidak langsung, 15 orang saksi, dan 2 lain-lain. Namun, baru 489 korban lolos verifikasi sebagai terlindung yang LPSK klaim sudah mendapat bantuan program perlindungan, seperti perlindungan fisik, bantuan biaya hidup, rehabilitasi medis, psikologis, dan lain-lain. Untuk kompensasi sendiri, LPSK sudah meloloskan 61 korban dengan total kompensasi lebih dari Rp4 miliar.

“Masih banyak korban yang belum mengajukan ke LPSK sehingga kalau ada data itu, mungkin lebih bisa ditindaklanjuti oleh BNPT atau LPSK untuk memberikan informasi mengenai mekanisme bantuan ini,” ujar Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dalam konferensi pers, Selasa (25/8), dilansir Viva.

Dari data LPSK, dengan total korban dan saksi kasus terorisme 2002-2018 sebanyak 1.355 orang, kurang dari setengahnya para korban terlindung yang udah lolos verifikasi. Di sinilah tim percepatan LPSK bersama BNPT dan Densus 88 harus bekerja keras mendata, mengingat banyak korban diduga sudah berpindah-pindah rumah atau enggak masuk berita acara polisi.

Menanggapi PP hak kompensasi korban yang akhirnya keluar ini, pengamat terorisme sekaligus Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie mengapresiasi. Menurutnya, selama ini pemerintah masih cenderung berat sebelah sebab lebih memperhatikan pendidikan anak-anak pelaku aksi ketimbang korban.

“Menjadi lebih fair-lah. Karena narasinya sejauh ini konteks terorisme secara umum, negara lebih perhatian terhadap pelaku, mantan napi teroris, dan keluarganya. Nah, korban kan perlu mendapat dukungan yang sama terhadap anak-anaknya, supaya mendapat iklim yang lebih baik ke depan,” kata Taufik kepada BBC Indonesia.