The VICE Guide to Right Now

Menteri Kesehatan Terawan Lempar Ide Mak Erot dan Kerokan jadi Destinasi Wisatawan Asing

Menurut Menkes, praktik pengobatan alternatif itu bisa menarik turis-turis mancenagara yang suka 'back to nature'. Hmm, sungguh pemikiran out of the box.
Menteri Kesehatan Terawan Lempar Ide Mak Erot dan Kerokan jadi Destinasi Wisatawan Asing
Ilustrasi oleh Sadewa Kristianto.

Pemikiran jajaran pemerintah baru kita ini emang out of the box banget. Kalau kebanyakan orang Indonesia yang pergi ke Mak Erot biasanya diam-diam karena malu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto justru berpikiran sebaliknya. Selasa (20/11) kemarin, Terawan mengumumkan bila pijat pembesaran penis ala Mak Erot adalah aset negara yang harus dikemas sedemikian rupa, agar mendatangkan potensi ekonomi hingga dari mancanegara. Semakin ramai, semakin membanggakan!

Iklan

"Kalau wisata kebugaran dan jamu inilah yang harus kita masyarakatkan terus. Kita punya industri jamu yang hebat-hebat, tapi ndak pernah kita ungkapkan. Banyak contohnya, mau Tongkat Ali, Purwaceng, apa mau Mak Erot. Di situ kalau kita kemas dengan baik wisatawan asing pasti datang. Kalau di tempat lain pakai teknik medis, ya [kalau] kita pakai teknik yang lain," ujar Terawan dilansir Detik.

Buat yang pura-pura belum tahu atau belum tahu beneran, Tongkat Ali dan Purwaceng adalah tanaman berkhasiat yang dipercaya bisa menambah kejantanan pria. Sedangkan Mak Erot harum namanya karena dipercaya memiliki kemampuan memperbesar dan memperpanjang penis.

Jangan tanya bagaimana cara Mak Erot melakukannya. Namun, pada pernyataannya, Terawan sebenarnya memang fokus pada pembahasan jamu sebagai produk wisata kesehatan. Cuma kalau yang disebut sebagai contoh produk adalah viagra lokal dan tokoh yang terkenal sebagai pembesar penis, ya pikiran kita kan pasti ke mana-mana, Pak…

Selain jamu, ide seru lain dari Terawan adalah wacananya melakukan industrialisasi jasa kerokan. Mantab, garis-garis merah di punggung yang sering kali jadi bahan ejekan kepada orang-orang masuk angin itu bakal berubah pemaknaannya menjadi kebanggaan para turis asing sebagai tanda sudah liburan ke Indonesia.

“Kalau yang lain menjual bekam, ya kita kerokan. Jangan nyepelekan kerokan. Kalau 100 kamar, waktunya cuma 20 menit, berapa itu (duitnya). Begitu keluar minum jamu, jamunya berapa, (belum) tambah pijat. Terkadang itu hal-hal yang tidak pernah kita komunikasikan. Banyak teknik lain yang sebenarnya bisa kita kembangkan, hanya kita malu karena tiap hari kita melihatnya. Padahal buat orang asing itu hal yang sangat menarik," ujar Terawan.

Iklan

Meski kurang penting, yang jadi pertanyaan tentu saja ini: Kerokan baru menimbulkan garis merah kalau yang dikerok emang lagi sakit. Masa wisatawan asing ini akan dibuat masuk angin dulu kalau mau menggunakan jasa wisata kerok?

Anyway, kalau ditilik lebih dalam lagi dengan mengesampingkan penyebutan Mak Erot dan kawan-kawannya, ide Terawan sebenarnya masuk akal aja. Terlebih, perhatian terhadap wisata kesehatan tradisional sebenarnya sudah ada sejak enam tahun lalu. Saat itu, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Abidinsyah Siregar mengatakan, jumlah orang yang berobat ke rumah sakit jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang percaya pada pengobatan tradisional.

"Dunia saat ini menggemari back to nature. Di Eropa, lebih dari 60 persen pengobatan menggunakan bahan alami. Di Indonesia sendiri menurut riset Kesehatan Dasar jumlah bahan alami yang digunakan dalam pengobatan lebih dari 59 persen," ujar Abidinsyah dilansir Berita Satu.

Kepala Pokja Health Tourism Kemenkes Untung Suseno saat itu juga setuju dengan pendapat Terawan bahwa layanan kesehatan tradisional bisa mendatangkan banyak turis ke Indonesia. Satu jenis wisata kesehatan yang potensial menurutnya adalah spa.

Kata Untung, Indonesia sudah diakui sebagai pusat terbaik di dunia. Layanan spa di Ciater yang sangat populer bagi penderita stroke jadi salah satu contoh potensi wisata yang harus dikemas lebih baik lagi apabila ingin mendatangkan minat turis asing.

Harapan siapapun sih sederhana, semoga niat Pak Menkes mengembangkan wisata kesehatan tradisional bisa sampai menyentuh wisata pengobatan gaib kayak milik Ningsih Tinampi. Kan seru tuh kalau Mbak Ningsih akhirnya dapat pasien bule, itung-itung tantangan baru karena harus mengusir santet dari negeri seberang. Tapi, kira-kira ngusir setannya bakal pake bahasa Inggris enggak ya?