Kerusuhan Lapas

Lancar Baca Al Quran Jadi Dasar Bebas Bersyarat, Napi Rusuh di Lapas Polewali Mandar

Si kalapas di Sulbar itu dicopot Kemenkumham karena bikin aturan sendiri, bertentangan dengan UU. Akar masalah ini sistem pidana yang bikin penjara Indonesia selalu kelebihan kapasitas.
Lancar Baca Al Quran Jadi Dasar Bebas Bersyarat, Napi Rusuh di Lapas Polewali Mandar
Aparat berjaga saat terjadi kerusuhan di Lapas Sialang Bungkuk. Foto ilustrasi oleh Rony Muharrman/Antara foto via REUTERS

Kerusuhan pecah di lembaga pemasyarakatan kelas II B Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada 22 Juni 2019. Sebabnya bukan karena rebutan wilayah kekuasaan antar napi, kelebihan kapasitas, atau ketidakpuasan tahanana terhadap sipir penjara. Kericuhan terjadi gara-gara seorang narapidana menolak kebijakan baru kepala lapas mewajibkan para napi yang hendak bebas bersyarat bisa membaca atau menghafal kitab suci Al Quran.

Iklan

Mulanya seorang napi berinisial O merasa bahagia lantaran hari kebebasannya sudah di depan mata. Sayangnya, napi O terpaksa gigit jari jelang hari kebebasan lantaran dirinya tak bisa membaca Al-Quran. Kepala lapas Polewali Mandar, Haryoto, bergeming dan tak mau menandatangani surat pembebasannya, sampai napi O bisa membaca Al Quran.

Kekecawaan napi O kemudian bertambah saat melihat rekan sesama napi, berinisial R dibebaskan, karena dinilai oleh kepala lapas memenuhi syarat bisa membaca Al Quran. Napi O yang marah kemudian memprovokasi narapidana lain yang berjumlah ratusan. Massa yang tersulut kemudian merusak pintu dan kaca jendela. Belum dilaporkan adanya korban jiwa di insiden tersebut. Kerusuhan berakhir setelah beberapa personel polisi dikerahkan ke dalam area dalam penjara

Kalapas Haryoto mengatakan syarat tersebut diterapkan untuk napi yang beragama Islam. Menurutnya, kemampuan baca Al-Quran penting agar pengetahuan tersebut menjadi bekal mereka bersosialisasi dan berbaur dengan masyarakat setelah dinyatakan bebas, seperti dikutip Kompas.com.

Penyebab kerusuhan baru diketahui setelah Kementerian Hukum dan HAM membentuk tim investigasi ke lapas. Haryoto menjabat sebagai kalapas Polewali Mandar sejak 2017, setelah sebelumnya menjabat sebagai kalapas Semarang, Jawa Tengah. Sejak menjabat di lapas Polewali Mandar, Haryoto sudah menerapkan kebijakan ini bagi napi yang akan bebas bersyarat.

Iklan

Kerusuhan yang dipicu kebijakan itu belum pernah dilaporkan sebelumnya. Ini juga menjadi kerusuhan pertama yang terjadi di lapas Polewali Mandar. Lapas ini relatif sepi dari pemberitaan, cuma dua kasus narkoba yang dilaporkan pada 2013 lantaran peredaran sabu di dalam lapas serta kasus petugas jaga lapas yang berjualan narkoba untuk napi.

Kerusuhan karena kebijakan tadi ternyata menjadi pertaruhan karier Haryoto. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly akhirnya bertindak dengan memutasi Haryoto. Yasonna bilang, niat Haryoto bagus, tapi kalau napi yang seharusnya bisa bebas tapi ditahan lagi lantaran tidak khatam Al Quran bisa bertentangan dengan hukum yang berlaku.

"[Haryoto] sudah orangnya ditarik ke kanwil. Bahwa tujuannya itu baik, tapi membuat syarat itu melampaui UU. Kalau nanti [napi] enggak khatam-khatam walaupun secara UU sudah bebas, kan enggak bisa," kata Yasonna dilansir Detikcom. Yasonna juga mengatakan pihak kementerian akan menggelar rapat, agar mengarahkan pejabat lapas agar taat prosedur dan tak membuat kebijakan bertentangan dengan UU.

Lapas Polewali Mandar saat ini menampung 286 orang napi dari kapasitasnya yang cuma 250 orang yang dijaga 77 sipir. Sekira 40 persen dari napi tersebut adalah terpidana kasus narkoba. Sisanya adalah terpidana kasus pembunuhan dan pencabulan.

Wajar belaka jika narapidana menjadi sensitif terhadap kebijakan ‘nyeleneh.’ Hidup di penjara sudah keras, dengan ‘ritual penyambutan’ yang bikin merinding. Jadi wajar jika narapidana gampang tersulut amarahnya lantas bikin onar. Kelebihan kapasitas penjara terlanjur menjadi penyakit kronis dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Menurut data Kemenkumham, Indonesia memiliki total 512 penjara yang menampung sekira 230.000 narapidana. Di sisi lain, hanya tersedia 14.600 sipir. Artinya satu sipir menjaga sekira 20 napi. Over kapasitas, kondisi penjara yang tak layak, korupsi, dan buruknya manajemen tentu saja membuat napi stress dan mungkin depresi. Puncaknya, mereka dengan mudah diprovokasi untuk melakukan kericuhan.

Membaca Al Quran memang menjadi kegiatan di banyak lapas. Di lapas Porong, Sidoarjo misalnya, puluhan napi ikut gerakan hijrah dengan rutin ikut pengajian dan menghapus tato. Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok, misalnya, menghabiskan lima bulan untuk mengkhatamkan Al Quran, meski dia nonmuslim.