Kerusakan Lingkungan

Sungai Bengawan Solo Tercemar Ciu, Belasan Ribu Warga Kekurangan Air Bersih

Benar kata mendiang Gesang dalam lagunya soal sungai terpanjang di Pulau Jawa itu: Bengawan Solo kini "sudah tak seberapa airnya." Lebih banyak ciunya.
Sungai Bengawan Solo Tercemar Ciu, Belasan Ribu Warga Kekurangan Air Bersih
Foto aliran Bengawan Solo [kiri] oleh Crisco 1942/Wikimedia Commons/Lisensi CC 4.0; Foto botol berisi ciu Bekonang oleh Umarudin Wicaksono/VICE

Sungai Bengawan Solo dilaporkan menghitam sejak Jumat (1/11) awal bulan ini, karena tercemar limbah ciu—minuman distilasi alkohol khas Sukoharjo, Jawa Tengah. Perubahan warna sungai diikuti pula oleh mati dan mengapungnya ikan-ikan yang tinggal di sana.

Padahal, aliran Bengawan Solo adalah tumpuan bagi 16.000 masyarakat sekitar sungai untuk mendapatkan air bersih. Kalau tempo hari ramai kabar seekor kucing dicekoki ciu sampai mati, pelaku pencemaran sungai ini bahkan mencekokkan ciu ke banyak sekali ikan, biota sungai, manusia, bahkan buaya.

Iklan

Bengawan, yang berarti ‘sungai yang besar’, Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa. Alirannya mencapai 548,53 km, melintasi 17 kabupaten di Jawa Tengah sampai Jawa Timur. Namun, masalah pencemaran ini berkisar di penggalan sungai di Kabupaten Sukoharjo dan Kota Solo. Nama terakhir memang punya pamor sebagai produsen alkohol lokal ciu.

Petugas Instalasi Pengolahan Air (IPA) Semanggi di Solo, Purnomo, menyebut kejadian ini sudah terjadi dari tahun ke tahun. Namun, ia yakin sekali tahun inilah yang paling parah. Warna hitam pekat dan bau menyengat jadi indikatornya. "[Pencemaran limbah ciu terjadi] tahunan dan sekarang paling parah dari sebelum-sebelumnya karena sampai dua hari lebih. Dulu, tidak sampai sehari bisa diolah airnya," kata Purnomo kepada Kompas.

Karena pencemaran ini, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Solo pusing banget cari cara untuk tetap memenuhi kebutuhan para pelanggannya. Suplai air bersih dari instalasi pengolahan air (IPA) Jebres, Jurug, dan Semanggi terpaksa terhenti sepekan terakhir. Kabar baiknya, pada Rabu (7/11) kemarin, IPA Semanggi sudah bisa digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhan 6.400 pelanggan. Kepada daerah terdampak lain yang IPA-nya belum bisa digunakan, PDAM akan mengerahkan 6 mobil tangki untuk menyebarkan 24.000 liter air setiap harinya.

"IPA Semanggi sudah beroperasi normal hari ini. Sedangkan IPA Jurug dan Jebres kita operasionalkan kondisional. Ketika air baku baik, kita olah. Ketika air baku jelek karena pencemaran, ya kita hentikan," ujar Kepala Bagian Produksi PDAM Surakarta Giyoto kepada Tirto.

Iklan

Humas PDAM Solo Bayu Tunggul menjelaskan kalau air di IPA Semanggi berasal dari Sungai Bengawan Solo yang melewati Kabupaten Sukoharjo. Bayu berpendapat, pencemaran model limbah begini pasti masih akan terus kejadian karena belum adanya intervensi dari pihak-pihak terkait yang niat menyelesaikan masalah tahunan ini.

"Pencemaran limbah alkohol [ciu] itu dari anak sungai. Di Sukoharjo kan ada dua kecamatan yang buat alkohol. Itu tak ada instalasi pengolah limbah. Lalu limbah dibuang saja ke sawah, masuk ke sungai, lalu ke kita. IPA Semanggi kini memang beroperasi lagi. Tapi, tak ada yang menjamin pencemaran tak terulang. Belum ada solusi konkret soal limbah domestik dan limbah produksi batik," kata Bayu.

Pemerintah bukannya tanpa respons, mereka cuma kurang taktis aja, ya selayaknya pemerintah kita lah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukoharjo mengaku langsung melakukan pendataan jumlah pengrajin alkohol yang ada di dua kecamatan terduga pelaku pencemaran yang dicurigai Bayu: Kecamatan Mojolaban dan Polokarto.

Hasil penelusuran sumber limbah juga membuktikan bahwa ciu berasal dari anak Sungai Bengawan Solo bernama Sungai Samin yang ada di dua kecamatan tersebut. Mojolaban dan Polokarto juga dikenal sebagai pusat industri rumahan penghasil ciu.

Ketika sudah jelas penyelidikan harusnya dikerucutkan ke mana, mencurigai siapa, dan mencokok perusahaan mana, pemerintah kita malah bertindak layaknya… pemerintah kita. DLH mengumumkan telah merencanakan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Polokarto yang bertujuan menampung limbah ciu ini. Pendekatan yang kelewat damai ini tentu jadi pertanyaan dong.

"Sebenarnya kita akan bangun IPAL, tapi masih terkendala. Lahan yang akan digunakan [untuk IPAL] milik pemerintah desa dan masih berstatus zona hijau," ujar Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLH Sukoharjo Suyatma kepada Merdeka.

Melihat pencemaran sungai sudah jadi insiden tahunan dan DLH masih sibuk nyekokin pembebasan lahan sebagai solusi, siapapun patut curiga kalau ternyata selain enggak jago mengolah data penyelidikan kasus, DLH juga kurang kompeten ngurusin bab rencana. Pantas saja jika per Maret 2019, 82 persen sungai di Indonesia masuk kategori tercemar dan kritis.