FYI.

This story is over 5 years old.

Nyinyirin politik

Anggota DPR 'Polos' Mengira Suap Swasta Halal, Kami Minta Pembaca VICE Berbagi Salah Paham yang Sama Absurdnya

Anggota DPR Eni Saragih selama ini mengira duit rekanan swasta untuk memuluskan proyek adalah 'uang halal'. Kami minta pembaca VICE mengekspresikan 'kesalahpahaman' serupa dalam enam kata. Hasilnya sih jadi pada nyinyir soal kondisi Indonesia...
Kolase foto oleh Dicho Rivan

Seolah tak ada jurus lain yang bisa dilancarkan untuk berkelit dari kasus suap yang membelitnya, politisi Golkar Eni Saragih malah mengeluarkan pernyataan kontroversial "kebocah-bocahan". Jelas saja pernyataan Eni jadi sasaran empuk perundungan warganet sekalian. Alasan yang ia kemukakan setelah tertangkap basah menerima uang suap levelnya mungkin bisa disetarakan dengan alasan yang dipakai bocah SMP saat ketahuan bawa sebungks rokok oleh orang tuanya. "Eh, itu bukan punyaku, itu punya temen…" Setelah didapati Komisi Pemberantasan Korupsi menerima suap, anggota DPR Eni Saragih buka-bukaan lewat surat pada keluarganya soal uang yang diterimanya berkat mengurus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap I Riau. Dalam surat yang ditujukan buat keluarga itu, Eni menyatakan bahwa kesalahannya bukan karena ia mengambil uang suap, melainkan karena ia selama ini menganggap bahwa uang yang berasal dari swasta itu legal.

Iklan

"Sebab proses pelaksanaan proyek ini benar, kepentingan negara nomor satu, rakyat akan mendapatkan listrik murah," tulis Eni Saragih lewat surat dua halaman yang didapat Koran Tempo dari keluarganya. "Sehingga kalau ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerima," kata wakil ketua komisi energi di DPR itu.

Entahlah ini karena memang Eni terlalu mencintai rakyat, sehingga apapun kepentingan rakyat harus Eni perjuangkan dan apapun milik rakyat harus Eni miliki juga, termasuk uangnya. Namun, yang pasti jika ternyata Eni jujur, Ia benar-benar salah memahami halal haramnya uang suap toh setidaknya kita tahu bahwa… her whole life’s a lie.


Baca juga seri enam kata VICE yang lain:


Setidaknya agar Eni yang wakil rakyat itu tidak sendirian dalam menghadapi kenyataan bahwa selama ini “ia salah memahami”. VICE Indonesia bertanya pada rakyat sekalian soal momen apa saja yang membuat mereka berpikir: "selama ini aku sudah salah paham, dan aku menyesal."

Eni, kamu nggak sendirian kok. Berikut "kesalahpahaman" serupa yang dialami pembaca VICE dalam format enam kata saja (walaupun rata-rata nyinyir sama kondisi di negara ini sih, tapi gapapa lah ya, kan pembaca kami tidak dapat uang halal rutin dari rekanan swasta):

"Saya pikir ngasih tips cuma di luar negeri aja." — Dini, 24

"Saya pikir agama itu urusan pribadi." — Segara, 28

"Saya pikir bacon itu daging sapi." — Yandri, 29 "Saya pikir puasa itu gak makan dan minum sebulan." — Ferdy, 29 "Saya pikir Jeff Hardy udah meninggal." — Obi "Saya pikir puasa nasi bikin kurus." — Sattwika, 23 "Saya pikir vegan singkatan dari vegetarian." — Avi, 25 "Saya pikir Oni Syahrial anak kecil." — Indarobby, 28 "Saya pikir politik berbau agama bersih." — Salma, 24 "Saya pikir saya ganteng, ternyata lumayan." — Balghis, 22 "Saya pikir dulu gender itu binary." — Rizky, 26 "Saya pikir banyak anak banyak rejeki." — Lutfi, 24 "Saya pikir Tuhan bentuknya seperti Zordon." — Rize, 26 "Saya pikir menjadi dewasa itu menyenangkan." — Syarah, 26 "Saya pikir orangtua pendukung anak terbaik." — Yusrin, 17 "Saya pikir poliamori itu adalah lifestyle." — April "Saya pikir body shaming itu sepele." — Quincy, 24 "Saya pikir paman dulu TNI, rupanya hansip." — Azwar, 30 "Saya pikir saya harus kerja di VICE." — Ismail, 25 "Saya pikir Muslim mudah masuk surga." — Sairam, 24 "Saya pikir Tuhan itu banyak, ternyata…" — Halida, 26 "Saya pikir hantu itu tidak nyata." — Ananda, 30 "Saya pikir uang itu kebutuhan segalanya." — Shufi, 22 "Saya pikir wine itu jus anggur." — Yuda, 25 "Saya pikir kulit nanas buat aborsi." — Astrid, 30

"Saya pikir kolor ijo, kolornya ijo." — Stanley, 23

"Saya pikir nikah beda agama boleh." — Arman Dhani, 32