Bencana Kehumasan

Satu Resep Menghindari Bencana Kehumasan: Jangan Laporkan Reviewer ke Polisi Dong

Tentu ini soal YouTuber Rius Vernandes yang berurusan sama polisi, gara-gara serikat karyawan maskapai Garuda Indonesia tak terima melihat kritik viral menu kelas bisnis ditulis tangan.
Tips Menghindari Bencana Kehumasan Seperti Dialami Garuda: Jangan Laporkan Reviewer ke Polisi
Kolase foto oleh VICE. Sumber: screenshot Youtube [kiri]; Instagram Rius [tengah]; ilustrasi via Shutterstock [kanan].

Maskapai Garuda Indonesia sedang tersandung kontroversi yang membuat citra perusahaan babak belur di media sosial. Semua bermula dari unggahan insta stories YouTuber yang rutin mengulas penerbangan komersial, sekaligus influencer travelling Rius Vernandes pekan lalu, soal tampilan menu makanan di penerbangan kelas bisnis Garuda. Kasus yang sebenarnya 'receh' ini mendadak jadi bencana kehumasan bagi manajemen maskapai pelat merah itu, karena sesama influencer dan warganet meradang setelah Rius dilaporkan ke polisi gara-gara ulasannya.

Iklan

Ceritanya, Rius dan pasangannya Elwiyana Monica menaiki maskapai Garuda Indonesia kelas bisnis rute Sydney-Jakarta. Selepas naik penerbangan itu, Rius mengunggah instagram story berupa foto secarik kertas daftar menu kelas bisnis.

"Kalau kalian lihat tadi menunya itu tulisan tangan, bukan di-print gitu. Kata cabin crew-nya sih mereka lagi dalam proses percetakan jadi mereka tulis tangan menunya," kata Rius dalam video unggahannya, sambil menyebut kalau dalam penerbangan Jakarta-Sydney itu beberapa penumpang asing kehabisan wine.

Saat unggahan itu viral, juru bicara Garuda Indonesia Ikhsan Rosan buru-buru membantah ada menu tulisan tangan di kelas bisnis. "Kita punya kartu menu, cuma yang difoto itu catatan awak kabin pribadi. Itu kan tulis tangan, catatan pribadi awak kabin. Nah pertanyaannya, kenapa dia share itu sebagai kartu menu," ujar Ikhsan saat dikonfirmasi Kompas.com.

Perlahan situasi makin panas bagi citra Garuda, setelah muncul cuplikan foto surat edaran internal, berisi larangan mengambil gambar di pesawat bagi penumpang dan awak kabin. Lah kok jadinya malah melarang-larang? Belakangan instruksi tersebut diralat dengan alasan “belum final” dan statusnya disebut hanya imbauan. Katanya sih demi menjaga privasi seluruh penumpang dan awak pesawat.

"Garuda Indonesia berkomitmen untuk menjaga privasi seluruh penumpang dan awak pesawat. Imbauan ini juga didasarkan atas laporan, saran dan masukan pelanggan/penumpang yang merasa tidak nyaman dan terganggu dengan adanya pengambilan gambar dan kegiatan dokumentasi tanpa izin sebelumnya dari yang bersangkutan," kata Ikhsan dalam keterangan tertulis seperti dikutip BBC News Indonesia.

Iklan

Rius dan pasangannya Elwiyana, turut memberi klarifikasi dari sisi mereka. Menurut keduanya, tak ada niat mendiksreditkan Garuda dalam unggahan soal menu tempo hari. "Awalnya kita mikirnya gini, 'business class masa enggak ada menu sih, malah kertas ditulis?' Tapi waktu cabin crew-nya approach dan bilang 'sorry lagi proses printing' nah gue bisa ngerasain warm-nya," kata Elwi dalam video klarifikasi, sambil memberikan ulasan positif atas keramahan awak kabin Garuda Indonesia.

"Apalagi tadi mbak-nya [awak kabin] enggak enak sama kita," kata Rius. "Jadi kayak gue yang enggak enak, bukannya pengen marah-marah."

Klarifikasi dari Garuda ataupun Rius tak mendinginkan suasana sama sekali. Justru eskalasi permasalahan meningkat, setelah Rius mendapat surat pemanggilan kepolisian. Serikat karyawan Garuda Indonesia melaporkan vlogger itu atas aduan pencemaran nama baik.

Kecaman segera bermunculan di media sosial terhadap cara Garuda (bersama serikat pegawainya) menghadapi kritikan Rius.

Banyak pihak menganggap maskapai plat merah Indonesia ini bereaksi berlebihan terhadap ulasan negatif. Padahal review vlog negatif merupakan hal biasa didapatkan banyak brand dan perusahaan lain.

Runyamnya lagi, Garuda tidak hanya menghadapi deretan influencer yang bersimpati pada Rius. Petinggi lembaga seperti Ombudsman ikut menilai maskapai itu gagal mengatasi bencana kehumasan dengan elegan.

"Garuda ini BUMN, yang saya sesalkan adalah manajemen krisisnya. [Viralnya menu tulis tangan] adalah suatu krisis. Saya sempat meminta penjelasan sekilas dari Garuda, apakah benar ada menu yang tulisan tangan, apalagi itu untuk di kelas bisnis. Ternyata informasi yang sampai ke manajemen ini pun masih simpang siur," ungkap anggota Ombudsman Alvin Lie kepada Kumparan.

Iklan

Apakah ini pertanda perusahaan ‘konvensional’ di Indonesia belum siap menghadapi kritik konsumen di era digital?

Chairman Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia, Jojo S. Nugroho, mempertanyakan pengelolaan manajemen krisis digital Garuda Indonesia yang malah kontraproduktif. Ia menyebut kasus Rius sebenarnya isu sepele yang semestinya bisa ditangani dengan manuver positif.

Dalam kondisi macam ini, perusahaan idealnya malah merangkul pengulas yang berpendapat negatif, sehingga jadi keuntungan bagi perusahaan. "Kalau mereka melihatnya sebagai ancaman malah makin panik kemudian menyalahkan konsumen," kata Jojo saat dihubungi VICE. "Harusnya [Garuda] bisa riding the issue, dimanfaatkan untuk hal yang positif."

Ada beberapa hal yang Jojo sayangkan tidak diantisipasi saat maskapai mengatasi krisis ini. Padahal Garuda Indonesia berhasil mengatasi public relation crisis yang jauh lebih besar seperti kecelakaan pesawat di masa lalu. "Kalau saja kasus ini di-twist menjadi positif, misalnya mereka meminta maaf," kata Jojo.

Upaya mengelola momen viral itu justru tidak dimanfaatkan Garuda Indonesia. Malah yang melakukannya adalah brand lain. Ujung-ujungnya, insiden ini menjadi meme kocak yang lebih memberi dampak promosi positif bagi perusahaan lain.

Peristiwa menunggangi momen viral ini bukan sekali dilakukan perusahaan di Indonesia. Misalnya saat kasus koruptor Setya Novanto mengaku benjol dan mesti dirawat di Rumah Sakit karena menabrak tiang listrik menggunakan mobil Toyota Fortuner. Insiden itu dimanfaatkan kompetitor Fortuner untuk promosi.

Iklan

"Mereka riding the issue dan digunakan isu yang tidak langsung menjadi promosi brand mereka. Makin ke sini makin kreatif saja caranya," ujar Jojo.

Di era digital yang mengedepankan pola pemasaran gaya baru, proses kreatif itulah yang akan mendinginkan permasalahan dan membuatnya tuntas tanpa memicu reaksi negatif dari publik terhadap citra perusahaan.

"Coba panggil lah vlogger itu lalu ajak ngobrol, bikin vlog bareng ketawa-ketawa. Malah jadi promosi. Di-twist ngobrol sama Dirut Garudanya soal menu. Lalu diupload lagi di youtube-nya, malah undang influencer lain," kata Jojo. "Ya sudah ketawa-ketawa, selesai kan."

Pesan moralnya, ada satu resep sederhana untuk menghindari bencana kehumasan yang perlu dipelajari brand manapun. Jika kena kritikan, jangan lapor polisi lah.