Kesehatan Mental

Keseringan Konsumsi Cerita Kriminal Ternyata Tak Bagus Buat Kesehatan Mental

Seperti banyak hal lainnya, psikolog minta orang sewajarnya saja menikmati konten true crime. Jangan sampai konten macam ini menghambat aktivitas karena telanjur parno.
Perempuan menengok dengan ekspresi khawatir dan gambar airpod
Kolase oleh Cathryn Virginia | Foto via Getty

Basis penggemar true crime di Indonesia semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Podcast macam “Serial” dan “My Favorite Murder” atau tontonan Netflix seperti Don’t F**k With Cats dan American Murder: The Family Next Door sudah menjadi santapan sehari-hari pencinta genre ini. Kisah kejahatan para pembunuh sadis di luar sana membuat kita penasaran dan bertanya-tanya, kenapa ada orang sekejam itu? Bagaimana mereka bisa melakukannya tanpa ketahuan? Apa yang memotivasi mereka untuk menghabisi korban?

Iklan

Ada juga keinginan untuk memahami sisi tergelap manusia, sehingga menjadikan true crime pilihan tepat untuk itu. Perempuan adalah konsumen utama true crime. Dengan mencerna konten kejahatan, mereka belajar untuk lebih waspada dengan orang-orang di sekitar dan menghindari situasi berbahaya. Ditambah lagi, kasus yang belum terpecahkan sangat menghibur. Kita diajak berpikir keras dan mengungkap misterinya.

Wajar-wajar saja kalau kalian mendengarkan podcast true crime setiap hari. Tapi apabila kebiasaan itu malah membuatmu tertekan, cemas dan parno, maka kalian harus mempertimbangkan kembali apakah sudah berlebihan mengonsumsinya. Riset terbaru menunjukkan orang yang aktif mengikuti berita kejahatan melaporkan bahwa mereka mudah takut terjadi kejahatan—terlepas dari tingkat kejahatan yang sebenarnya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh penggemar true crime. Karena itulah kita perlu memantau perasaan ketika mendengar, membaca atau menontonnya. (Ya, hal itu tidak mudah dilakukan.) Lebih penting lagi, kita harus sadar penuh bahwa kesehatan mental bisa saja terpengaruh oleh konten semacam ini.

Terlalu sering mendengarkan podcast pembunuhan dapat meningkatkan kewaspadaan. Kalian akan merasa seolah-olah penjahat siap menyerang kapan saja. “Setiap hari, saya berpikir akan dibunuh. Padahal saya sadar itu tidak mungkin terjadi,” Amanda Vicary, ketua prodi psikologi Universitas Illinois Wesleyan yang menjabarkan demografi penggemar true crime pada 2010, memberi tahu VICE. “Kalian sulit berpikiran logis jika menonton dan mendengar cerita-cerita ini sepanjang waktu.”

Iklan

Selain itu, kisahnya tidak mewakili seluruh kasus kejahatan di Indonesia. Psikolog  Erica Rojas berujar, kasus yang diceritakan biasanya yang paling unik dan sensasional karena akan memikat penonton atau pendengar. “Tanyakan pada diri sendiri, Apakah itu gambaran akurat dari rata-rata peristiwa yang terjadi? Jawabannya tidak,” tuturnya. “Di satu sisi, tidak ada salahnya mempersiapkan diri untuk menghadapi peristiwa berbahaya di luar sana. Tapi, di sisi lain, hidup penuh kewaspadaan dapat menyebabkan paranoia yang tidak ada artinya.”

Vicary sedang mengamati tingkat kecemasan pendengar setelah mengonsumsi podcast true crime. Menurutnya, dia kerap mendengar cerita orang-orang yang bertindak lebih hati-hati karena konten true crime. Sikap ini bisa menjadi masalah jika kalian sampai takut keluar rumah atau ragu berbasa-basi dengan orang asing. Padahal, interaksi semacam itu mampu membuat kalian lebih bahagia dan terhubung dengan komunitas.

Jessica Micono, guru besar psikologi forensik Universitas Regis dan penyiar podcast Psychology After Dark, menjelaskan, kewaspadaan tinggi dan paranoia yang konstan akan bermanfaat jika kita berada dalam situasi berbahaya sungguhan. Kita bisa melindungi diri dari ancaman dengan selalu siaga. Namun, kewaspadaan berlebihan yang terus-menerus akibat menelan konten true crime setiap saat dapat meningkatkan stres secara keseluruhan. “Peningkatan stres selanjutnya dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskular atau hipertensi.”

Iklan

Rojas menerangkan, paparan berkepanjangan terhadap true crime dapat mengaktifkan sistem saraf simpatik, bagian dari sistem saraf yang memicu respons fight or flight. “Kadar hormon stres akan meningkat ketika [sistem sarafnya] aktif,” katanya. “Adrenalin akan terpompa, membuat kita menghindari ancaman fisik. Masalahnya jadi rumit jika ada paparan jangka panjang dan kronis terhadap perasaan ini. Alhasil dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan dan depresi. Fisik pun dapat terganggu, seperti menurunnya kekebalan tubuh.”

Setelah setahun hidup dalam kewaspadaan tinggi akibat pandemi, konsumsi konten menegangkan yang berlebihan dapat memicu masalah yang lebih buruk dalam kehidupan sehari-hari. “Jika kalian menjalani hari dengan penuh ketakutan, bagaimana caranya kalian mengelola penyebab stres lain yang mungkin terjadi, misalnya seperti hidup di tengah pandemi?” terapis Erin Parisi memberi tahu VICE. “Tingkat stres kalian mungkin sudah cukup tinggi pada saat itu. Misalnya ada masalah di tempat kerja atau habis bertengkar dengan pasangan. Akhirnya stres terus menumpuk.”

Keseringan mendengar cerita mengerikan, khususnya sebelum tidur, juga dapat menembus alam bawah sadar kita. Maka dari itu, tak mengherankan jika kita bermimpi buruk setelahnya. Kurang tidur dalam waktu lama bisa menyebabkan tekanan darah naik, diabetes, serangan jantung, gagal jantung, obesitas, depresi dan lain-lain.

Kalian membutuhkan bantuan profesional apabila kecintaan terhadap true crime telah menghambat rutinitas sehari-hari dan membuatmu super parno — misalnya merasa dikuntit atau suara yang kalian dengar di malam hari adalah suara pembunuh. Kisah menegangkan juga bisa memperburuk gejala depresi dan gangguan kecemasan kalian. Vicary menyarankan untuk segera berkonsultasi ke terapis begitu kondisinya semakin mengkhawatirkan. Mereka dapat membantu kalian mengatasi pemicu dan trauma.

Seperti kebanyakan hal bagus lainnya, akan lebih baik jika kalian mengonsumsi true crime sewajarnya saja. Cari hiburan yang lebih ringan untuk memperbaiki suasana hati yang kacau karena kasus kejahatan sadis. “Kalian bebas menyukai true crime, tapi jangan lupa untuk terlibat dalam aktivitas yang ringan juga,” simpul Micono.

Follow Allie Volpe di Twitter.