FYI.

This story is over 5 years old.

bahaya teknologi

Kebiasaan Mantengin Layar Terlalu Lama Bikin Orang Rentan Depresi dan Naik Berat Badan

Rata-rata remaja generasi sekarang menghabiskan waktu lebih dari 9 jam untuk mantengin layar. Apakah ada cara efektif untuk menguranginya?
Sibuk dengan ponsel
Rawpixel/Unsplash

Banyak orang tua penasaran berapa banyak waktu yang seharusnya anak-anak mereka boleh habiskan di depan layar, entah itu layar smartphone, tablet, atau televisi. Sudah bertahun-tahun Akademi Pediatrik Amerika menganjurkan waktu maksimal dua jam per hari untuk anak-anak dan remaja.

Setelah definisi mantengin layar (screen time) mencakup handphone dan tablet, peraturan ini perlu diupdate. Tahun lalu, Akademi Pediatrik Amerika mengubah rekomendasi mereka: Tidak lebih dari satu jam mantengin layar untuk anak usia 2 sampai 5 tahun; untuk remaja, waktu di depan layar perlu diperhatikan, tapi tidak ada batas waktu tertentu.

Iklan

Mungkin rekomendasi ini memberi kesan bahwa hanya anak-anak prasekolah yang membutuhkan batas waktu spesifik, yang artinya batasan mantengin layar tidak penting bagi anak-anak usia sekolah dan remaja. Namun, sebuah penelitian yang dirilis tahun lalu mengusulkan bahwa kewajiban untuk membatasi kebiasaan mantengin layar pada anak-anak mungkin dilebih-lebihkan. Akan tetapi, penelitian baru oleh saya dan Keith Campbell menemukan bahwa peraturan yang longgar dan disiplin yang plin-plan bukan merupakan metode yang terbaik.

Penelitian ini tidak hanya mengusulkan bahwa batas waktu mantengin layar secara spesifik harus ada untuk anak-anak prasekolah, tetapi juga untuk anak-anak usia sekolah dan remaja, yang kemungkinan lebih rentan terhadap kebiasaan mantengin layar yang berlebihan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja yang menghabiskan waktu yang lebih lama di depan layar cenderung kurang bahagia, lebih depresi, dan lebih mungkin kegemukan. Tetapi penelitian yang dirilis tahun lalu membuat beberapa peneliti berkesimpulan bahwa batasan mantengin layar itu tidak penting, karena penelitian tersebut menggunakan survei nasional dari 2011-2012 yang tidak menemukan asosiasi antara mantengin layar dan kesehatan jiwa raga pada anak-anak prasekolah.

“Mungkin batas waktu mantengin layar anakmu terlalu ketat,” ucap satu headline. Namun, analisa ini hanya memeriksa empat faktor yang mengukur kesehatan jiwa raga anak: seberapa sering anaknya menunjukkan kasih sayang, tersenyum atau tertawa, menunjukkan rasa ingin tahu, dan fleksibilitas – ciri-ciri yang mungkin mendeskripsikan sebagian banyak anak-anak usia sekolah dan remaja.

Iklan

Untungnya, sebuah versi survei itu yang diulang pada 2016 oleh Biro Sensus Federasi AS mengandung 19 pengukur kesehatan jiwa raga untuk anak sampai umur 17, yang memberi para peneliti perspektif yang lebih komprehensif dari berbagai usia anak. Dalam laporan baru kami yang memanfaatkan survei ini, kami menemukan bahwa anak-anak dan remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar mendapatkan angka kesehatan jiwa raga lebih rendah pada 18 dari 19 indikator.

Dengan batas penggunaan selama satu jam per hari, anak-anak dan remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar tercatat memiliki tingkat kesehatan psikologis yang lebih rendah: rasa ingin tahu lebih rendah, perhatian lebih mudah teralih, dan kesulitan berteman, mengatasi rasa marah, dan menyelesaikan tugas. Remaja yang menghabiskan waktu yang berlebihan di depan layar dua kali lipat lebih mungkin didiagnosis dengan kecemasan atau depresi.

Ini masalah nyata karena generasi remaja yang saya panggil “ iGen” menghabiskan waktu yang luar biasa lama di depan layar— rata-rata sembilan jam per hari —dan mereka lebih mungkin didiagnosis depresi. Kami menemukan bahwa kebijasaan mantengin layar yang berlebihan sangat terkait dengan kesehatan jiwa raga rendah pada remaja dibandingkan pada anak-anak yang lebih muda.

Alasannya mungkin karena anak kecil menghabiskan lebih banyak waktu menonton acara televisi dan video. Mantengin layar jenis ini tidak terkait dengan kesehatan jiwa raga yang lebih rendah seperti penggunaan media sosial, game elektronik, dan smartphone yang lebih sering digunakan remaja. Penemuan ini mengacu bahwa remaja—dan bukan anak kecil—lebih membutuhkan batas waktu mantengin layar.

Iklan

Riset ini korelasional. Artinya, belum jelas apakah lebih banyak mantengin layar menyebabkan depresi dan kecemasan, atau apakah seseorang yang sudah didiagnosis depresi atau kecemasan cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar. Bagaimanapun, kebiasaan mantengin layar yang berlebihan dapat memperburuk depresi, kecemasan, dan masalah perhatian dari anak-anak dan remaja.

Kalau kita curiga bahwa lebih banyak mantengin layar terkait dengan depresi dan kesehatan jiwa raga yang lebih rendah—seperti yang ditemukan oleh beberapa penelitian longitudinal—membicarakan batasan memang masuk akal. Sekarang, Akademi Pediatrik Amerika menganjurkan supaya kebiasaan mantengin layar pada anak-anak umur sekolah dan remaja tidak mengorbankan jam tidur, aktivitas ekstrakurikuler, dan pekerjaan sekolah. Para orang tua harus menghitung berapa banyak waktu yang dihabiskan anak-anak mereka pada aktivitas-aktivitas tersebut, lalu sisa waktu bebasnya boleh dihabiskan di depan layar.

Saran ini mungkin problematik karena beberapa alasan. Pertama, bagaimana mungkin orang tua bisa diharapkan menghitung berapa jam yang dihabiskan anak mereka pada aktivitas-aktivitas ini setiap hari? Bagaimana dengan jadwal untuk akhir pekan?

Kedua, saran tersebut tidak menetapkan batasan yang cukup pada remaja yang memang tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengerjakan PR atau aktivitas lain, dan bahkan bisa memotivasi mereka untuk menghentikan semua aktivitas itu kalau mereka tahu mereka akan diberi lebih banyak mantengin layar.

Meskipun jam tidur tidak terpengaruhi dan pekerjaan rumah sudah selesai, bermain Fortnite selama delapan jam per hari atau main medsos setiap saat jelas tidak sehat. Orang tua perlu memberi saran yang jelas, dan menentukan batas waktu mantengin layar adalah cara paling tegas untuk melakukan itu.

Penelitian dalam bidang kesehatan fisik dan mental, termasuk penelitian baru ini, menganjurkan batasan dua jam per hari di depan layar untuk rekreasi, yang tidak menghitung waktu yang dihabiskan di depan layar untuk pekerjaan sekolah. Menurut saya, Akademi Pediatrik Amerika seharusnya memperluas rekomendasi batasan mantengin layar spesifik untuk anak-anak usia sekolah dan remaja, dan menegaskan bahwa dua jam per hari merupakan peraturan yang fleksibel. Mungkin ada beberapa orang tua yang ingin membatasi anak mereka pada satu jam per hari saja, tapi dua jam tampaknya lebih realistis dengan mempertimbangkan kebiasaan remaja dengan alat-alat elektronik.

Dua jam sehari juga waktu yang cukup bagi anak-anak dan remaja untuk memanfaatkan kelebihan gawai modern—misalnya membuat janji dengan teman, menonton video yang berhubungan dengan pendidikan, dan menghubungi keluarga—tanpa mengorbankan waktu untuk aktivitas lain yang mendukung kesehatan, seperti tidur, interaksi sosial, dan olahraga. Teknologi akan selalu relevan, tapi para orang tua tidak harus membiarkan teknologi mendominasi kehidupan anak-anak mereka.

Jean Twenge adalah profesor psikologi di Universitas San Diego State. Artikel ini dipublikasi ulang dari The Conversation berdasarkan lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya di sini.