Perlindungan konsumen

Kominfo Akan Bikin Aturan Supaya Influencer Medsos Tak Ngaco Saat Promosi Produk

Apakah kita sekarang bisa memuji Kominfo, yang biasanya main blokir, karena mulai peduli sama perlindungan konsumen?
Kominfo Akan Bikin Aturan Tata Cara Promosi Influencer Selebgram
Ilustrasi promosi barang oleh influencer di medsos via Pexels/domain publik.

Kalau gen Y dan gen Z di Indonesia diminta menyebut contoh lembaga negara yang paling ngeselin, salah satu kandidat terkuatnya adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kita sudah sering geleng-geleng kepala atau malah melongo merespons kebijakan Kominfo yang aneh bin ajaib. Terutama, pemblokiran aplikasi-aplikasi dekat dengan keseharian anak muda, mulai dari Telegram dengan alasan sering dipakai teroris, lantas TikTok karena memuat konten negatif (meski sekarang sudah dibuka aksesnya dan kembali ngetren), hingga Tumblr. Itu belum termasuk ribut-ribut sama PornHub dan Netflix tempo hari.

Iklan

Tapi, sepertinya, kita harus bersikap adil kali ini. Kominfo berencana menyusun kebijakan dengan niat yang benar. Dilansir dari CNN Indonesia, Kemenkominfo mempertimbangkan adanya aturan spesifik yang melarang influencer media sosial mempromosikan produk-produk yang tidak mendapat izin dari Badan Pengawasan Obat & Makanan (BPOM).

"Ke depan influencer itu kan makin luas cakupannya dan beragam. Kalau dibutuhkan dan dampaknya makin luas kami pertimbangkan untuk membuat aturan," ujar Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu.

Ketiadaan regulasi yang mengatur profesi ini (influencer udah layak lah ya disebut profesi) memang ngeri-ngeri sedap sih. Kasus terbaru diungkap Listya Paramita, dokter spesialis kulit & kelamin, yang mengunggah postingan di instagram pribadinya. Dia kedatangan pasien dengan gurat merah dan selulit pada beberapa bagian tubuh. Penyebabnya, ternyata karena si pasien termakan omongan influencer di Instagram yang mempromosikan krim pemutih mengandung steroid yang punya efek samping.

Di Luar negeri, aturan rigid soal apa yang boleh dipromosikan muncul dari platform media sosial sendiri, misalnya Instagram atau Twitter. Namun, lembaga negara—terutama yang terkait perlindungan konsumen—aktif memantau perilaku promosi selebgram ataupun selebtwit setempat. Ambil contoh Lembaga Perlindungan Konsumen AS (FTC), yang segera memberi peringatan pada Kendall Jenner karena mengesankan konten soal Fyre Festival yang kacau balau itu sebagai postingan pribadi, padahal aslinya dia dibayar US$250 ribu.

Iklan

Kasus Jenner mendorong pemerintah AS membuat aturan, kalau dapat bayaran, influencer harus terbuka menyampaikan di postingan bahwa cuitan atau kontennya adalah iklan.

Di AS pula, IG mulai berupaya memblokir semua tampilan konten dan produk yang dianggap berbahaya bagi pengguna, seperti vape dan dan senjata api. Selanjutnya promosi alkohol dan suplemen kesehatan oleh selebgram yang akan dibatasi. Kominfo berharap kebijakan Facebook di AS itu juga dipraktikkan untuk wilayah operasional Indonesia. "Ketika dibicarakan berbahaya dan dipromosikan influencer semestinya ada tindakan terlebih dahulu. [Medsos] lebih pro aktif berperan," kata Setu.

Selain promosi barang tanpa rekomendasi BPOM, yang harus kita khawatirkan adalah kelakuan influencer yang—kalau ditiru follower—dapat mengancam kesehatan. Contohnya adalah saat influencer/YouTuber yang mengikuti tantangan minum lima liter boba dalam 24 jam. Bahayanya mutlak, faedahnya enggak ada.

Kelakuan aneh-aneh demi konten lainnya pernah dilakukan Ericko Lim yang memakan bulu kemaluannya sendiri di dalam roti lapis dan merekamnya dalam bentuk video. Katanya sih dalam rangka menepati nazar yang sempat diutarakannya jika sudah menembus 400 ribu subscribers.

Video yang telah ditonton 1,2 juta kali terhitung artikel ini ditulis tersebut ditutup dengan pertanyaan sang YouTuber kepada dirinya sendiri. "Why am I doing this?? Why am I doing this??" Mungkin ada yang bisa jawab? Demi Adsense pastinya.

Meski begitu, Kominfo mungkin tak perlu mengatur konten-konten bodoh dari YouTuber dan influencer. Itu sudah wilayah kreatif (walaupun bego dan ngeselin). Fokus saja sama promosi produk tak bertanggung jawab yang dapat membahayakan konsumen. Soal konten tolol, biar netizen saja yang menggelar pengadilannya.