Foto perempuan gemuk angkat beban
Foto via Getty Images
Olahraga

Orang Gemuk Bukan Malas Berolahraga, Mereka Takut Diolok-Olok

Tak jarang, keterbatasan akses hingga tatapan sinis menjadi penyebab utama orang gemuk malu berolahraga di tempat umum.
Lucie Inland
Rennes, FR

Saya membuat keputusan besar menjelang ulang tahunku yang ke-34. Saya mendaftarkan diri di tempat gym dekat rumah. Sebetulnya saya sudah lama ingin melakukannya, namun itu hanya sebatas wacana yang tak kunjung terlaksana. 

Bukan karena saya malas atau apa. Saya selalu mengurungkan niat nge-gym karena tahu betul apa kata orang jika mereka melihat bentuk tubuhku. Tapi sekarang, saya sudah tidak bisa menunda-nunda lagi. Punggung saya sering sakit gara-gara kebanyakan duduk dan harus menghadap laptop setiap hari. Otot juga terasa tegang dan kaku. Intinya, badanku butuh digerakkan.

Iklan

Bagi orang-orang gemuk seperti saya, tatapan sinis adalah penghalang terbesar kami berolahraga di tempat umum. Rasanya begitu memalukan dikelilingi orang berbadan atletis dan semampai, sedangkan bentuk tubuh kami beda sendiri. Tak jarang juga kami menjadi bahan cibiran, apalagi kalau kami bertindak yang, menurut mereka, tidak sepantasnya dilakukan orang gemuk.

Penggambaran di media pun kian menambah ketidaksukaan orang terhadap tubuh gemuk. Akibatnya, tanpa kami sadari, kami sering merendahkan diri sendiri tiap kali kepikiran untuk berolahraga. Kami takut terlihat jelek saat ngos-ngosan, berkeringat ataupun menggerakkan badan sedikit saja.

Itulah sebabnya, walau saya memahami pentingnya latihan fisik bagi kebugaran tubuh, saya butuh waktu cukup lama mengumpulkan nyali. Saya juga melewati proses yang panjang untuk mengusir pikiran-pikiran negatif tentang penampilan diri.

Saya makin yakin orang gemuk selalu serba salah di mata orang lain usai melihat twit viral yang secara terang-terangan mengejek instruktur yoga berbadan besar. Dia mengomentari minuman elektrolit yang ditenggak perempuan di sela-sela sesi yoga. Menurutnya, minuman itu tidak sehat. 

Iklan

Kolom komentar juga sama jahatnya. Banyak yang mengolok-olok fisik sang instruktur, hingga menekankan bahaya obesitas. Padahal, perempuan yang mereka hina adalah Jessamyn Stanley, guru yoga asal Amerika Serikat yang memprioritaskan inklusivitas. 

Dalam foto yang menjadi bahan ejekan, Jessamyn tengah mempraktikkan Sirsasana, gerakan yoga yang mengandalkan kekuatan otot untuk melatih keseimbangan tubuh. Tidak sembarangan orang bisa mempertahankan sikap tegak yang bertumpu pada kepala dan kedua tangan. Mereka yang tidak menguasai pose headstand ini berisiko tinggi mengalami cedera leher.

Contoh di atas membuktikan betapa masih banyaknya orang yang percaya kegemukan bikin kita malas bergerak. Mereka beranggapan tidak ada orang gemuk yang rajin berolahraga. Malah menurut mereka, orang gemuk rentan mengalami obesitas karena jarang menggerakkan tubuh.

Sangatlah miris menyaksikan orang gemuk ditakut-takuti bakal penyakitan, tetapi pada saat yang sama, mereka ditertawai usahanya menjaga badan tetap bugar.

Pelatih Ève* ingin memastikan semua anggota merasa nyaman nge-gym di tempatnya, sehingga ia selalu bertanya alasan mereka bergabung. “Gak semua orang nge-gym buat nurunin berat badan,” tuturnya. Oleh karena itu, Ève mengusahakan pelatihannya sesuai kebutuhan para anggota.

Saya sempat khawatir para pelatih atau anggota akan mencemooh saat saya pertama kali mendatangi tempat gym milik Ève. Tapi yang saya dapati justru orang-orang dengan berbagai bentuk tubuh berlatih di sana. Menariknya lagi, tidak ada satu pun cermin besar yang terpasang di tempat gym itu. Tujuannya agar anggota tidak terlalu terpaku pada penampilan fisik. Mereka juga bisa lebih percaya diri, dan tidak perlu malu dengan kemampuan atletiknya.

Iklan

Ève juga memperhatikan kemudahan akses di tempat gym. Tua dan muda, gemuk dan kurus, siapa pun itu tidak akan mengalami kesusahan selama dan sesudah latihan fisik.

Ada sejumlah faktor lain yang menyebabkan orang gemuk ragu berolahraga di tempat umum, salah satunya pakaian olahraga yang terbatas pilihannya.

Saya pribadi cukup beruntung mengenakan pakaian ukuran XL. Meski kadang harus membeli pakaian dengan ukuran lebih besar tergantung mereknya, saya tidak pernah kesusahan mencari pakaian olahraga. Saya juga tidak perlu beli baju mahal gara-gara stoknya terbatas.

Namun, tidak semua orang seberuntung diriku. Marion* sering membeli baju baru karena bahannya kurang bagus. Sekalinya ada yang bagus, harganya tidak murah. “Saya pakai ukuran 64-66 untuk baju olahraga,” ungkapnya. “Akibatnya, harga lebih mahal, atau pakaiannya cepat belel. Bahannya juga kurang nyaman dipakai berolahraga.”

Merek pakaian kerap memasang harga tinggi untuk produk plus size. Di Inggris, misalnya, harga pakaian plus size bisa sampai 30 persen lebih mahal daripada ukuran biasa. Ada klaim harganya wajar dibedakan sebab pakaian ukuran 3/4/5XL membutuhkan lebih banyak bahan dan jahitannya lebih rumit. Tapi tentunya, harga mahal tidak melulu menjamin kualitas. 

Iklan

Pakaian ukuran besar sering kali dibuat tanpa mengindahkan kenyamanan para pemakainya. Anehnya lagi, pakaian perempuan cenderung lebih mahal daripada pakaian pria untuk ukuran yang sama. Beberapa merek ternama sudah mencoba mengatasi masalah ini, walau tak lepas dari pro dan kontra.

Siapa saja orangnya, mau mereka kurus atau gemuk, tidak akan merasa nyaman berolahraga jika pakaiannya kurang pas di badan. Marion mengamini hal itu.

Pilihan terbatas serta harga yang kurang terjangkau merupakan tantangan terbesar bagi perempuan yang amat mengutamakan kemudahan bergerak. Gaji Marion yang kecil tidak cukup memenuhi kebutuhan tersiernya. Memang, penelitian telah mengaitkan tubuh gemuk dengan kesempatan kerja lebih kecil. Kita tidak bisa memungkiri masih banyak pekerjaan saat ini yang memprioritaskan “good looking”, terutama bagi calon pekerja perempuan.

Selain yoga dan berenang, Marion juga suka berjalan kaki dan menari. Sesekali ia bermain “basket sehat”, program olahraga yang digalakkan pemerintah Prancis. Dalam permainan basket ini, tingkat kesulitannya disesuaikan berdasarkan kemampuan mobilitas individu. Para pemain tidak perlu melompat untuk memasukkan bola ke ring. Di negara itu, dokter umum bisa merujuk pasien menjadi anggota guna mencegah risiko penyakit kardiovaskular dan jenis kanker tertentu

Iklan

“Saya pasti rajin melakukan sesuatu jika menikmati aktivitasnya,” kata Marion. Begitu pula ceritanya jika kita ingin merasakan manfaat olahraga. Kita wajib konsisten dan tidak boleh ogah-ogahan melatih fisik. Berbagai rintangan yang dihadapi orang gemuk dapat mengendurkan semangat mereka.

Fasilitas yang tersedia di tempat gym atau pusat olahraga lainnya cenderung kurang cocok untuk orang gemuk. “Saya beruntung ada klub basket sehat, tapi minusnya, tempat latihan jauh sekali. Jaraknya 80 km sendiri,” keluh Marion.

Selain jarak jauh, masih ada kekurangan dari peralatan olahraganya. “Alat latihan binaraga agak sempit. Tidak muat untuk perut dan kaki saya. Lengan saya sering terbentur pegangan treadmill. Tangga kolam renang kekecilan dan tidak kuat menopang berat badanku. Ruang ganti pakaian sempit, dan tidak ada bangku yang bisa kududuki untuk mengikat tali atau melepas sepatu. Sampai sekarang, saya belum menemukan sepeda yang cocok untukku,” tuturnya.

Segala keterbatasan inilah yang hendak diakhiri Alice Clerc, instruktur asal Prancis yang mengajar yoga di kelas online Yogras sejak 2021 silam. Kelas ini dibuka oleh LSM Gras Politique yang memperjuangkan hak-hak orang gemuk. “Saya sudah lama sekali ingin melakukannya,” ujar Clerc.

Diskusinya bersama mantan guru yoga memotivasi Clerc untuk mengajak orang gemuk menyukai jenis olahraga itu. Gurunya dulu mengajari teknik prenatal kepada murid-murid berbadan besar. “Masalahnya, bertubuh gemuk enggak sama kayak orang hamil!” tandas Clerc. “Saat hamil, kamu tidak bisa memberikan tekanan berlebih pada perut. Beda halnya dengan orang gemuk, yang cuma ingin berolahraga dengan nyaman.”

Iklan

Instruktur itu mempersiapkan sekitar 20 kelas setiap minggunya, dan menyesuaikan latihan agar tidak menghambat mobilitas para murid. “Saya selalu mempertimbangkan berbagai kemungkinan saat mengajar di Yogras. Misalnya, apa yang harus saya lakukan jika murid tidak kuat menopang berat badan dengan pergelangan tangan,” katanya.

“Saya selalu menanyakan keterbatasan murid sebelum kelas dimulai. Maka dari itu, sekarang saya lebih cekatan menemukan teknik yang bisa dilakukan murid,” Clerc melanjutkan. “Tujuanku yaitu menciptakan ruang aman bagi siapa saja saat latihan yoga. Setiap orang memiliki tingkat kesulitannya masing-masing. Seseorang tidak mampu melakukan sesuatu bukan berarti mereka gagal.”

Ia mengikuti jejak para instruktur dalam mewujudkan ambisinya. Di kelas Clerc, para peserta melakukannya untuk merasakan manfaat yoga. Ia ingin membuktikan olahraga menyenangkan buat semua orang, dan tak melulu tentang menurunkan berat badan.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Belgium.