Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.
Permen tongkat di hari Natal tak ubahnya cokelat telur saat perayaan Paskah. Nyatanya, permen tongkat tidak diproduksi secara khusus untuk menyambut Natal, melainkan sepanjang tahun—kira-kira 1.76 milyar tangkai per tahun. Tak jelas apa hubungan antara permen tongkat rasa mint dengan kelahiran Yesus—atau cokelat berbentuk telur dengan kematian-Nya.
Videos by VICE
Meski demikian, tiap natal kita menjumpai lorong-lorong dan pohon-pohon cemara yang dihiasi permen tongkat putih-merah, yang jika terus diemuti akan berubah menjadi belati tajam.
Tapi, kenapa ya bentuknya mesti ‘J’ begitu? Kenapa juga mesti bersulur putih-merah? Penganan ini telah menjadi citraan Natal yang banal hingga kita luput mempertanyakan keberadaan dan relevansinya.
Untuk menelusuri asal muasal permen tongkat, kami berbincang dengan Ace Collins, ahli segala hal yang berkaitan dengan Natal. Ace telah menerbitkan buku The Stories Behind The Great Traditions of Christmas dan The Stories Behind The Best-Loved Songs of Christmas. Selain itu, dia juga telah menulis lebih dari 70 novel thriller dan misteri (termasuk The Fruitcake Murders) dan memenangkan Christy Award yang diperuntukan bagi “novel-novel yang ditulis dengan cakap dari wordlview Kristen.” Jelas Ace adalah orang yang tepat untuk ditanya-tanya.
Kami menemui Ace di antara jadwal wawancara radionya yang cukup padat. Dia bilang, Desember adalah waktu dia meninggalkan sejenak naskah-naskahnya dan turun gunung untuk menemui kawan media yang membutuhkan keahliannya soal Natal.
“Ketika kamu tahu banyak menyoal Natal, dari kisah di balik lagu-lagu natal tua hingga ‘Grandma Got Run Over by a Reindeer’, kamu bisa mencerahkan orang-orang,” ujar Ace. “Tentu, ada banyak kisah menarik. Natal seperti mesin waktu yang menghubungkan kembali orang-orang dengan masa lalu. Natal adalah perjalanan waktu selama sebulan penuh yang terjadi hanya setahun sekali.”
Oke kalau begitu! Sekarang saatnya memasuki mesin waktu dan kembali pada kali pertama permen tongkat digagas.

Foto via Wikimedia Commons.
“Tongkat itu sendiri bermula di Jerman pada 1870,” ujar Ace. “Salah seorang pemimpin paduan suara gereja Katolik besar di Kota Koln kerap dibuat rungsing oleh paduan suara anak-anak. Sebab, mereka tampil pada awal misa dan seusainya mereka selalu ribut—saling mengoper pesan dan meledek satu sama lain. Keusilan macam itu masih terlihat hingga sekarang.”
Berdasarkan catatan gereja milik Ace, pemimpin paduan suara gereja akhirnya bersiasat memberi permen keras pada anak-anak paduan suara. “Mereka mesti mengemut permen itu, alih-alih menggigit. Siasatnya berhasil, anak-anak jadi anteng.”
Jadi, pada dasarnya permen keras digunakan sebagai siasat untuk menyumpal mulut anak-anak yang kebosanan sepanjang misa. Nah, kok bisa permen keras jadi berbentuk tongkat? Menurut Ace, di situlah agama mulai berperan.
Pemimpin paduan suara menyadari bahwa bersiasat dengan permen seperti itu tidak akan disukai oleh Gereja. Jadi dia meyakinkan produsen permen lokal untuk membengkokkan ujung permen keras, lalu menyampaikan pada para orangtua bahwa permen keras bengkok itu melambangkan tongkat gembala milik Yesus. Pemimpin paduan suara itu juga berkata bahwa warna putihnya melambangkan kemurnian Yesus. Itulah bagaimana permen tongkat pertama kali diasosiasikan dengan Natal. Setelah itu, banyak produsen permen mulai membuat permen tongkat dan menggantungnya pada pohon Natal.
Lantas, bagaimana dengan sulur merah-putih? Menurut Ace, sulur ikonik itu adalah inovasi Amerika Serikat, dampak peralihan keterampilan tangan ke mesin.
“Bob McCormick, pembuat permen di Albany, Georgia, menemukan cara lain membuat sulur itu. Kalau dilukis dengan tangan prosesnya memakan waktu sangat lama.”
Lalu seorang laki-laki di Indiana, menggunakan sistem yang sama, membuat tiga deret sulur yang menurutnya melambangkan Trinitas. Orang bilang, warna merahnya melambangkan darah Kristus. Produsen permen asal Amerika juga mengartikan bentuk tongkat di permen ini sebagai huruf ‘J’ yang berarti ‘Jesus’.
Kini kita telah tercerahkan. Kita sudah mengetahui semua komponen kunci dari permen tongkat serta penjelasannya yang aneh. Permen keras dulu dibuat demi menyihir anak-anak usil jadi anteng. Bentuk “J” dirancang mengikuti tongkat gembala Yesus, sedangkan warna merah melambangkan darahnya, lalu tiga sulur berdempetan melambangkan Trinitas Suci. “Itu versi ringkasnya, tetapi kisah-kisah ini sudah terkonfirmasi,” ujar Ace.
Selain itu, di samping urusan agama, tongkat permen mengungkapkan suatu hal yang lebih primitif.
“Manusia ingin hal-hal yang familiar dalam tradisi karena itu bikin kita nyaman. Itulah mengapa kita selalu melihat permen tongkat sebagai bagian dari Natal. Itu memberikan kenyamanan dan bahkan rasa aman bagi kita—bahkan kalau kamu merayakan Natal dengan cara yang sekuler. Permen tongkat mengingatkan kita pada kepolosan Natal dan masa kecil.”
Coba kita ingat-ingat kembali masa kecil itu. Masa yang lebih sederhan, saat kita duduk manis, asyik mengemut permen tongkat dari darah Yesus. Betapa polosnya.
More
From VICE
-
(Photo by Francesco Castaldo/Pacific Press/LightRocket via Getty Images) -
M Scott Brauer/Bloomberg via Getty Images -
Firefly Aerospace/YouTube -
Justin Paget / Getty Images