Mengulik Potensi Bisnis Bioskop Ikut ‘Mati’ Setelah Pandemi Berakhir

Timothee Chalamet pemeran utama film Dune

Bioskop pertama kali dibuka di dunia pada 125 tahun silam. Orang-orang berkumpul menyaksikan keajaiban yang sulit digambarkan oleh kata-kata. Gambar bergerak diproyeksikan ke sebuah layar lebar, memberikan kita pengalaman audio visual yang luar biasa menakjubkan. Ratusan tahun kemudian, nonton bioskop menjadi pilihan utama ketika kita bosan di rumah atau bingung mau main ke mana sama teman dan pacar. Pergi ke bioskop bahkan menjadi pilihan hiburan alternatif bagi keluarga saat liburan atau di akhir pekan.

Namun, semua itu hanyalah tinggal kenangan. Bioskop-bioskop di seluruh dunia berhenti beroperasi sejak awal pandemi. Ketika akhirnya bisa dibuka, bioskop terpaksa ditutup kembali begitu kasus penularan meningkat. Serangkaian penundaan jadwal rilis film menempatkan industri pemutaran film konvensional dalam posisi sulit.

Videos by VICE

Baik rantai bioskop besar maupun teater independen, keduanya sama-sama merugi. Film-film yang paling dinanti tahun ini — Dune, West Side Story, Cruella, No Time To Die — diundur penayangannya enam bulan hingga satu tahun penuh. Studio film bahkan sudah punya strategi rilis film baru, yang hanya akan semakin mengancam nasib bioskop.

Baru-baru ini, Warner Bros mengumumkan akan merilis semua film yang tayang pada 2021 di layanan streaming HBO Max. Film mereka akan ditayangkan selama empat minggu dari tanggal rilis, sebelum akhirnya ditarik dan diputar secara khusus di bioskop.

Disney telah menerapkan metode ini untuk tarif yang lebih rendah melalui Disney+ (Artemis Fowl dan film remake Mulan hanyalah dua contoh film baru yang tayang di aplikasi itu), dan strateginya terbukti berhasil. Industri perfilman memutar akal bagaimana caranya memenuhi jumlah penonton dan balik modal.

Dalam pernyataan resminya, CEO Warner Bros. Pictures Group mengatakan: “Kami membutuhkan solusi kreatif [agar bisa tetap menyediakan tontonan] di masa-masa tak tentu seperti sekarang. Itulah mengapa Warner Bros. Pictures Group mengenalkan inisiatif baru ini. Kami jelas ingin memutar film di layar lebar lagi.”

“Kami paham bioskop hidup dari konten baru, tapi kami harus menyeimbangkannya dengan kenyataan bahwa sebagian besar bioskop di Amerika Serikat akan beroperasi dengan kapasitas lebih sedikit pada 2021… Kami rasa ini adalah solusi yang saling menguntungkan baik untuk pencinta maupun pemutar film. Kami merasa sangat berterima kasih kepada semua pembuat film yang telah bekerja sama mewujudkan ini.”

Berikut film-film Warner Bros yang sudah pasti akan tayang di HBO Max dan masuk bioskop dengan jadwal terbatas: The Little Things, Judas and the Black Messiah, Tom & Jerry, Godzilla vs. Kong, Mortal Kombat, Those Who Wish Me Dead, The Conjuring: The Devil Made Me Do It, In the Heights, Space Jam: A New Legacy, The Suicide Squad, Reminiscence, Malignant, Dune, The Many Saints of Newark, King Richard, Cry Macho dan Matrix 4.

Sementara Disney mengambil risiko lebih besar dengan fokus pada Disney+, keputusan Warner Bros untuk mendorong semua film barunya (yang produksinya memakan lebih dari 1 miliar Dolar atau setara Rp14 triliun, belum termasuk biaya promosi) diprioritaskan untuk dinikmati dari rumah bagi sebagian besar penonton, pada saat orang-orang masih ragu untuk berada dalam satu ruangan dengan orang lain.

Meskipun sudah ada bukti bioskop aman untuk dikunjungi (jika protokol kesehatan dan wajib bermasker diberlakukan) dan sebentar lagi sudah ada vaksin, apakah adil untuk memberikan pukulan keras seperti itu ke bioskop? Apalagi industri ini sudah terseok-seok berjuang untuk tetap hidup melawan krisis.

Warner Bros mengambil keputusan ini untuk menyelamatkan perusahaan secara finansial, tapi mereka tidak tahu apakah rencananya akan berjalan seperti yang diinginkan. Film Wonder Woman 1984 yang segera dirilis di bioskop dan HBO Max akan menjadi penentu nasib mereka. Jika rencananya berjalan lancar, bukan tidak mungkin mereka akan melanjutkannya dan studio lain akan mengikuti jejak mereka.

Walaupun Warner Bros bilang ini hanya berlangsung selama 12 bulan, bukan tidak mungkin mereka menjadikannya tawaran jangka panjang jika diterima dengan baik oleh penonton. Apakah menonton film seperti Dune rasanya akan sama seperti ketika menonton di layar lebar? Akankah kekhawatiran berkumpul di suatu tempat membunuh bioskop secara perlahan-lahan? Kita cuma bisa menebak-nebak sekarang, tapi bukankah semua kerja keras pembuat film menjadi sia-sia jika karya mereka hanya ditonton di layar kecil? 

Mau tak mau studio harus berpikir secara berbeda, tapi ada hal positif dari semua ini. Keputusan tersebut hanya berisiko jika mereka mengeluarkan dana secara besar-besaran. Jika ada hal baik yang bisa diambil dari sini, industri perfilman mungkin akan lebih fokus membuat proyek orisinal dengan anggaran tingkat menengah yang digarap oleh sutradara berbakat.

Contohnya seperti Netflix yang memberikan kebebasan bagi David Fincher dan Alfonso Cuaron dalam membuat mahakarya mereka sendiri. Film-filmnya bisa saja masuk bioskop apabila mendapat reaksi positif dari penonton.

Netflix mengajarkan kita bahwa ada selera yang lebih besar untuk tontonan di rumah daripada bioskop. Namun, perlu ada kompromi untuk memastikan bioskop bisa bertahan, sehingga kita tak melulu terpaku pada layar ponsel dan televisi. Lagi pula, seni tak bisa dipisahkan dari pengalaman. Kita baru bisa merasakan esensinya sepenuh hati jika sudah mengalami atau menyaksikannya secara langsung.